11 Mei 2021, dikeluarkannya Surat Keputusan (SK) Nomor 625 tahun 2021 dari KPK. Surat tersebut berisikan hasil ujian TWK yang belum lama dilaksanakan oleh lebih dari 1.000 pegawai KPK sebagai pergantian status anggota KPK sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Pelaksanaan ujian ini diatur dalam PP Nomor 41 tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN dan Peraturan KPK Nomor 1 tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN. Dalam surat tersebut tertulis sebanyak 75 anggota KPK yang gagal dalam ujian TWK dengan rincian 51 orang harus menyerahkan tugas dan jabatannya sedangkan 24 orang lainnya akan dibina dan di ujikan Kembali.
Dalam situs resmi BKN, TWK bertujuan untuk menguji calon ASN akan pemahaman maupun pengetahuan tentang NKRI, Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, UUD 1945, wawasan pilar negara serta konteks kenegaraan lainnya. Pasalnya, naskah soal yang dilampirkan pada ujian TWK dan hasilnya menuai pro kontra. Naskah soal ujian yang dibuat oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN) bersama aparatur sipil lainnya dianggap menyimpang dengan konteks Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dan mengarah ke pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Faktanya, dalam salah satu talk show, beberapa anggota KPK buka suara. Mereka mengaku bahwa soal yang diujikan cukup membingungkan dan janggal. Salah satunya menerima pertanyaan tentang status pernikahannya, aktivitas saat berpacaran serta ditanyai perihal organisasi aliran agama padahal saat mulai menjadi anggota KPK Ia melepas organisasi aliran agama apapun. Bahkan, rekannya mendapat pertanyaan apakah Ia bersedia membuka kerudung, disuguhkan pilihan antara Pancasila dan Al-Quran, serta ditanyai alasan bercerai padahal rekannya masih mempunyai trauma atas hal itu. Padahal pertanyaan tersebut mengarah ke ranah individu dan ada yang bersifat privacy, bukan mengarah ke dalam kriteria TWK. Salah satu pertanyaan tersebut juga mengarah ke pelanggaran HAM, pasalnya hak seseorang untuk mengenakan jilbab tidak bisa dipaksakan dan tidak dibatasi oleh apapun juga dilindungi oleh pihak konstitusi negara.
Dalam 75 orang yang diputuskan tidak lolos TWK tersebut, dianggap sebagai orang yang memiliki kualitas di dalam ranah KPK baik kualitas dirinya maupun jabatannya. Dari 80 penyidik, ada 20 penyidik yang di non-aktifkan. Contohnya adalah Novel Baswedan, Ambarita Daminik, Andre Nainggolan, Budi Agung N, Budi Sukmo, Rizka Anungnata, Afief Julian M, Iguh Sipurba, dan Harun Al-Rasyid. Padahal orang-orang yang tidak loloslah yang menangani kasus korupsi kakap seperti E-Ktp, korupsi dana bansos hingga benih lobster sampai ada yang menangani pelanggaran etik yang dilakukan oleh ketua KPK (Firli Bahuri). Maka, hal inilah timbul huru hara terkait ujian TWK dan apakah keputusan akhir ujian ini benar-benar dilaksanakan mengingat kasus korupsi besar-besaran masih menggantung dan belum menemukan titik akhir.
Pada kasus ini, diduga adanya permainan dari strategi pelemahan KPK dari ketua KPK sendiri maupun pihak luar. Karena semakin hari pihak KPK semakin gencar mengupas usut kasus korupsi di Indonesia. Sejumlah pengamat bahwa periode KPK yang diketuai oleh Firli Bahuri adalah yang terburuk, karena beliau telah banyak melakukan pelanggaran diantaranya membocorkan informasi penggeledahan beberapa kasus suap dan ujian TWK yang janggal inipun baru terjadi dalam periodenya. Dalam 75 orang tersebut banyak kroni yang mengusut tuntas kasus beliau dan ada beberapa anggota yang sedang mengusut tuntas kasus kelas kakap yaitu benih lobster dan dana bansos, jika mereka di non-aktifkan maka kasus inipun terbengkalai dan tidak ada lanjutannya lagi. Hal inilah yang memicu adanya asumsi bahwa ini adalah strategi untuk melemahkan kinerja KPK dan pola terstruktur pihak luar untuk mempraktikkan politik uang. Menurut Surjanako (Menteri Direktur Pembangunan Jaringan Kinerja antar-Komisi dan Instasi KPK) beranggapan bahwa kasus ini mirip zaman PKI yang jelas melanggar HAM.
Disisi lain, ada yang beranggapan bahwa ini hanyalah strategi pihak luar untuk memicu adanya statement tidak percaya terhadap pemerintah agar dapat memecahkan integrasi bangsa dan dengan dilaksanakannya ujian ini pun untuk menyaring anggota KPK yang berkompeten saja dan bisa mengurangi pengeluaran negara. Karena meningat masih ada 1.200 anggota KPK yang bisa menjalankan tugasnya dengan baik.
Sebaiknya kasus ini perlu diusut Kembali oleh pemerintah dengan trannsparan tanpa ada yang ditutupi dan pihak KPK maupun BKN membuka mulut akan kebenaran hal ini agar menemukan titik terang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H