Mohon tunggu...
Mega Melinda A.P.
Mega Melinda A.P. Mohon Tunggu... Mahasiswa - IAIN Ponorogo

Hai! Saya Mega Melinda, seorang mahasiswa semester 4 di IAIN Ponorogo, sedang menempuh studi S1 Tadris Matematika. Di sela-sela waktu kuliah, saya juga aktif mengeksplorasi berbagai isu-isu terkini dalam dunia pendidikan dan psikologi pendidikan. Melalui akun ini, saya berbagi artikel dan pemikiran seputar topik-topik tersebut, serta berdiskusi dengan komunitas gen Z lainnya. Ayo bergabung dan jadilah bagian dari perbincangan yang asik tentang masa depan pendidikan! ✨

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pendidikan Matematika Multikultural: Menjembatani Perbedaan Budaya melalui Perspektif Psikologi Anak

15 Juni 2024   00:30 Diperbarui: 15 Juni 2024   00:31 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan matematika multikultural menawarkan pendekatan yang inovatif dan inklusif dalam mendidik anak-anak dari latar belakang budaya yang beragam. Melalui integrasi perspektif psikologi anak, pendidikan ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan kemampuan matematika, tetapi juga untuk menjembatani perbedaan budaya yang seringkali menjadi penghalang dalam proses pembelajaran. Dalam era globalisasi yang semakin pesat, keanekaragaman budaya di dalam kelas merupakan suatu keniscayaan yang harus dihadapi oleh para pendidik. Oleh karena itu, pendidikan matematika multikultural menjadi semakin relevan karena mampu menghargai dan mengakomodasi perbedaan budaya, sekaligus memberikan ruang bagi setiap anak untuk berkembang sesuai dengan potensinya. Pendekatan ini menempatkan psikologi anak sebagai salah satu pijakan utamanya, memungkinkan pendidik untuk memahami bagaimana latar belakang budaya mempengaruhi cara anak-anak mempelajari dan memahami konsep-konsep matematika. Menurut Santrock (2021), "perkembangan kognitif anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan budaya mereka yang berarti pendidikan harus mempertimbangkan konteks budaya untuk mencapai efektivitas maksimal."

Selain itu, pendidikan matematika multikultural berpotensi mengurangi kesenjangan prestasi yang seringkali terlihat antara siswa dari berbagai kelompok budaya. Dengan memahami bahwa setiap budaya memiliki cara berpikir dan nilai-nilai yang berbeda, pendidik dapat merancang strategi pengajaran yang lebih efektif dan relevan. Misalnya, penggunaan konteks budaya yang familiar dalam soal-soal matematika dapat meningkatkan pemahaman dan minat siswa. Lebih jauh lagi, pendekatan ini juga mempromosikan toleransi dan penghargaan terhadap perbedaan yang merupakan nilai-nilai esensial dalam masyarakat multikultural. Dengan demikian, pendidikan matematika multikultural bukan hanya tentang meningkatkan keterampilan akademik, tetapi juga tentang membangun karakter dan keterbukaan dalam diri anak-anak sejak dini. Melalui perspektif psikologi anak, pendekatan ini dapat memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang kebutuhan dan tantangan yang dihadapi oleh anak-anak dalam konteks budaya yang beragam, sehingga menghasilkan pembelajaran yang lebih holistik dan inklusif. Dalam hal ini, Vygotsky (1978) menekankan bahwa "interaksi sosial memainkan peran mendasar dalam proses perkembangan kognitif," menunjukkan pentingnya pendekatan pendidikan yang multikultural dan berpusat pada anak.

Pendidikan matematika multikultural menghadirkan tantangan dan peluang yang signifikan dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran matematika di kalangan anak-anak dari latar belakang budaya yang beragam. Menurut Banks (2008), pendekatan multikultural dalam pendidikan memungkinkan siswa untuk memahami dan menghargai perbedaan budaya sambil membangun keterampilan akademik yang esensial. Hal ini penting karena perbedaan budaya sering kali mempengaruhi cara siswa memahami dan menyerap materi pelajaran, termasuk matematika (Nieto, 2010). Misalnya, dalam budaya Jawa, wayang tidak hanya merupakan seni pertunjukan tetapi juga sarana penyampaian nilai-nilai moral dan pendidikan. Dengan menggunakan cerita wayang dalam pengajaran matematika, guru dapat membuat pembelajaran lebih menarik dan relevan bagi siswa.

Pendekatan ini didukung oleh teori perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Piaget (1971), yang menyatakan bahwa pengalaman langsung dan kontekstual sangat penting dalam proses belajar anak. Penggunaan konteks budaya yang familiar, seperti cerita wayang, dapat membantu siswa mengaitkan konsep matematika dengan pengalaman sehari-hari (realitas budaya). Hal ini juga diperkuat oleh penelitian Moll et al. (1992) tentang "funds of knowledge," yang menunjukkan bahwa pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh komunitas budaya dapat diintegrasikan ke dalam kurikulum untuk meningkatkan pemahaman siswa.

Selain itu, pendekatan multikultural juga dapat mengurangi kesenjangan prestasi antara siswa dari berbagai latar belakang budaya. Ladson-Billings (1995) mengemukakan bahwa pengajaran yang responsif terhadap budaya siswa dapat meningkatkan motivasi dan prestasi akademik mereka. Dalam pembelajaran matematika, ini berarti mengajarkan konsep-konsep melalui metode dan contoh yang relevan dengan budaya siswa. Sebagai contoh, dalam cerita wayang, konsep simetri dan proporsi sering kali ditampilkan dalam desain karakter dan adegan. Dengan mengaitkan konsep-konsep matematika ini dengan elemen-elemen wayang, siswa dapat lebih mudah memahami dan menginternalisasi materi.

Lebih jauh lagi, Vygotsky (1978) menekankan pentingnya interaksi sosial dalam perkembangan kognitif anak. Dalam pendidikan matematika multikultural, hal ini berarti menciptakan lingkungan belajar yang mendukung kolaborasi dan diskusi antar siswa dari berbagai latar belakang budaya. Dengan demikian, siswa tidak hanya belajar matematika tetapi juga belajar bagaimana berkomunikasi dan bekerja sama dengan orang lain yang memiliki pandangan dan pengalaman berbeda. Penelitian oleh Rogoff (2003) menunjukkan bahwa pembelajaran melalui interaksi sosial dapat memperkaya pengalaman belajar dan membantu siswa membangun pemahaman yang lebih mendalam.

Selain manfaat akademis, pendidikan matematika multikultural juga berperan dalam membangun karakter dan nilai-nilai sosial dalam diri siswa. Banks (2013) menyatakan bahwa pendidikan multikultural dapat mempromosikan toleransi, empati, dan penghargaan terhadap perbedaan. Di Indonesia, di mana keberagaman budaya sangat tinggi, pendekatan ini menjadi sangat relevan. Penggunaan cerita wayang yang mengandung banyak nilai moral dan filosofi hidup, dapat menjadi media yang efektif untuk mengajarkan nilai-nilai ini sekaligus mengajarkan konsep matematika. Misalnya, kisah-kisah dalam wayang sering kali mengajarkan tentang keadilan, kerja keras, dan kebijaksanaan yang dapat diintegrasikan ke dalam pelajaran matematika melalui analisis problem-solving dan keputusan strategis.

Pendidikan matematika multikultural membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk guru, orang tua, dan pembuat kebijakan. Menurut Gay (2010), guru memainkan peran kunci dalam menerapkan pendekatan multikultural dengan memahami dan menghargai latar belakang budaya siswa. Selain itu, orang tua juga perlu dilibatkan dalam proses pendidikan untuk memastikan bahwa pembelajaran yang dilakukan di sekolah sejalan dengan nilai-nilai dan praktik budaya di rumah. Dukungan dari pembuat kebijakan juga penting untuk memastikan bahwa kurikulum dan kebijakan pendidikan mendukung inklusi dan keberagaman budaya. Sebagai contoh nyata, program pelatihan guru yang berfokus pada pengajaran multikultural dan penyediaan sumber daya pendidikan yang mencerminkan keberagaman budaya dapat membantu mewujudkan tujuan ini (Sleeter & Grant, 2009).

Pendekatan multikultural dalam pendidikan matematika dengan mempertimbangkan perspektif psikologi anak menyediakan cara untuk mengatasi perbedaan budaya dan memperdalam pemahaman matematika di kalangan siswa. Mengintegrasikan konteks budaya yang relevan, seperti penggunaan cerita wayang dalam pengajaran, tidak hanya dapat meningkatkan motivasi dan prestasi akademik siswa tetapi juga menanamkan nilai-nilai sosial seperti toleransi dan empati. Sejumlah penelitian mengindikasikan bahwa strategi pengajaran yang sensitif terhadap budaya mampu mengurangi kesenjangan prestasi serta memperkaya pengalaman belajar siswa. Oleh karena itu, penerapan pendidikan matematika multikultural memerlukan dukungan sinergis dari guru, orang tua, dan pembuat kebijakan untuk menciptakan lingkungan pembelajaran yang inklusif, pembelajaran yang menghormati keragaman budaya serta mendorong perkembangan kognitif dan karakter siswa secara komprehensif.

Referensi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun