Indonesia merupakan negara demokrasi. Bentuk pemerintahan negara Indonesia ialah pemerintahan berdasarkan kehendak dan kepentingan rakyat. Di dalam negara demokrasi rakyat di bebaskan untuk berpendapat dan memiliki hak untuk pengambilan keputusan yang nanti kedepannya dapat mengubah kehidupan rakyat. Seperti pancasila sila ke 4 yang berbunyi "kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan" dalam sila ke 4 pancasila mempunyai nilai-nilai tersendiri. Adapun kandungan nilai yang terdapat dalam sila ke 4 pancasila yaitu kita sebagai sesama warga negara Indonesia tidak boleh saling memaksakan kehendak dan memaksakan pendapat. Kita tinggal di Indonesia tentunya memiliki hak untuk berpendapat.
Dalam mengambil sebuah keputusan perlu diadakan yang namanya musyawarah untuk mencapai hasil yang mufakat serta menghormati dan menghargai setiap hasil akhir dari musyawarah. Adapun penerapan pancasila sila ke 4 salah satunya yaitu turut ikut serta dalam pemilihan umum, pemilihan presiden, pilkada dan lain sebagainya. Dengan begitu kita telah menerapkan nilai-nilai yang terkandung pada sila ke 4.
Berbicara tentang pemilu, pemilu merupakan proses pengambilan keputusan melalui pemungutan suara terbanyak dari rakyat. Mengapa di Indonesia harus menyelenggarakan pemilu? Karena Indonesia menjalankan sistem politik demokratis dalam proses pemerintahannya. Bapak Deny yang merupakan salah satu dari anggota KPU Kota Malang masa periode 2019-2024, beliau membidangi divisi teknis penyelenggaraan pemilu, beliau menjelaskan bahwa adannya teknisi pelaksanaan pemilu di antaranya yaitu yang pertama, pemilu itu di laksanakan setiap 5 tahun sekali. Yang kedua penentuan hari, tanggal dan waktu dilaksanakan nya pemungutan suara akan ditetapkan dengan keputusan KPU. Yang ketiga pemungutan suara akan dilaksanakan secara serentak pada hari libur maupun pada hari yang di liburkan. Yang keempat yaitu tahapan penyelenggaraan pemilu paling lambat 20 bulan sebelum hari pemungutan suara, hal tersebut sudah di atur dalam pasal 167 ayat 6. Yang kelima yaitu penetapan pasangan calon yang di lakukan pada 14 hari sebelum berakhirnya masa jabatan presiden dan wakil presiden.
Adapun beberapa tahapan penyelenggaraan pemilu diantaranya yaitu yang pertama perencanaan program dan anggaran, serta peraturan pelaksanaan pemilu, yang kedua pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih, yang ketiga penetapan peserta pemilu dengan syarat-syarat berikut ini:
1. kepengurusan
2. keanggotaan
3. kantor partai
4. keterwakilan perempuan
5. penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan
Yang keempat dari tahap penyelenggaraan pemilu yaitu jumlah kursi setiap porsinya, diantaranya yaitu jumlah kursi untuk setiap Dapil DPR minimal 3 dan maksimal 10 kursi. Selanjutnya jumlah kursi untuk setiap Dapil DPRD Prov, dan DPRD Kab/Kota 3-12 kursi. Jumlah kursi untuk anggota DPR RI adalah 575 kursi. Jumlah kursi anggota DPRD Provinsi paling sedikit 35 kursi dan paling banyak 120 kursi, hal tersebut bergantung dari jumlah penduduk. Jumlah kursi untuk anggota DPRD Kab/Kota minimal 20 kursi dan maksimal 55 kursi. Yang kelima dari tahap penyelenggaraan pemilu yaitu pencalonan untuk presiden dan wakil presiden, serta pencalonan untuk anggota DPR, DPD, DPRD Prov, dan DPRD Kab/Kota.
Untuk calon presiden dan calon wakil presiden ini di usulkan oleh partai politik, 20% jumlah kursi di DPR atau 25% suara sah secara nasional pada pemilihan umum DPR sebelumnya. Untuk calon DPD sistemnya yaitu mendapatkan dukungan minimal dari pemilih di dapil yang bersangkutan, dukungan tersebar minimal 50% dari jumlah kab/kota yang bersangkutan. Dan untuk calon DPR ini di calonkan oleh 1 partai politik saja dan di 1 dapil. Tidak rangkap dengan sejumlah profesi, dan adanya masa kampanye pemilu.
Kemudian yang keenam dari tahapan penyelenggaraan pemilu yaitu tahap masa kampanye pemilu. Di masa ini terdapat masa yang menjadikan pertemuan terbatas, adanya penyebaran bahan kampanye pemilu kepada masyarakat umum, pemasangan alat peraga kampanye di tempat umum, maupun media sosial. Adanya rapat umum, debat pasangan calon tentang materi kampanye dari pasangan calon dan kegiatan-kegiatan yang lainnya yang di anggap tidak melanggar larangan dari kampanye pemilu itu sendiri dan mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan. Untuk peserta pemilu memiliki keleluasaan untuk melakukan kampanye di seluruh wilayah, asalkan tidak melakukan ancaman kekerasan untuk memperoleh suara dari rakyat. Serta tidak menggunakan uang dan apapun itu yang di manfaatkan (untuk menyogok) agar mendapatkan suara dari rakyat. Tidak di perkenankan menggunakan dana publik, fasilitas dinas maupun jam dinas waktu melakukan kampanye. Sekain itu kampanye dilarang untuk menggunakan unsur Suku, Agama dan Ras (SARA) yang di gunakan sebagai alat untuk berkampanye. Dilarang menjelek-jelekan lawan tanpa di dukung oleh fakta serta tidak memuji diri sendiri tanpa adanya bukti.
Yang ketujuh yaitu masa tenang, masa dimana para calon sudah dilarang untuk berkampanye. Hal tersebut sudah di atur atau di tentukan pada pasal 298 ayat 4 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum yaitu terdapat masa tenang yang dimana peserta dilarang melaksanakan kampanye dalam bentuk apapun itu, alat peraga kampanye pun harus di turunkan dan di bersihkan oleh peserta pemilu paling lambat 1 hari sebelum hari pemungutan suara dan akun media sosial milik peserta pemilu pun wajib di tutup pada hari terakhir kampanye.
Yang kedelapan yaitu pemungutan dan perhitungan suara. Rekapitulasi berjenjang ada pemungutan dan perhitungan suara di TPS (Tempat Pemungutan Suara). Yang kesembilan yaitu penetapan hasil pemilu. Adanya laporan hasil dari pemungutan dan perhitungan suara yang di tanda tangan i oleh para saksi untuk di lakukan perekapan suara. Dan yang terakhir, yang kesepuluh yaitu pengucapan sumpah janji atau yang sering di sebut dengan pelantikan masa jabatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H