Begitu kabar tertangkapnya Umar Patek di dengar Australia. Pemerintah Australia menghimbau agar warganya tidak mengunjungi Indonesia, karena dikhawatirkan akan timbul balas dendam dari antek-anteknya Umar Patek dan sasarannya bisa mengenai warga negara Australia yang sedang berkunjung ke Indonesia.
Â
Adakah relevansinya antara tertangkapnya Umar Patek dengan kepentingan Pemerintah Australia melindungi warga negaranya? Apakah sudah pasti dalangnya Umar Patek bermarkas di Indonesia? Apakah sudah pasti Umar Patek tidak memiliki antek-antek di negara lain seperti Pakistan, Malaysia atau Australia sendiri? Kenapa ke negara-negara persemakmuran itu tidak diberlakukan larangan serupa. Namun yang lebih patut dipertanyakan adalah mengapa Australia begitu takut pada Umar Patek?
Â
Australia memang memiliki kecenderungan dan mudah mengeluarkan travel warning atau semacamnya jika terkait dengan peristiwa tertentu di Indonesia. Alasannya sebenarnya bukan semata-mata untuk melindungi warganya ketika berkunjung ke Indonesia, tetapi lebih didorong oleh kepentingan Australia membatasi warga negaranya berkunjung dan membelanjakan uangnya di luar negeri, terutama di Indonesia sebagai tempat tujuan wisata utama.
Â
Menurut catatan situs Indonesia Tourism News (http://ultimoparadiso.com), Jumlah wisatawan asal Australia yang datang ke Indonesia, khususnya ke Bali pada 2010 berjumlah sekitar 577.343 orang. Jumlah tersebut lebih besar dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai 398.787 atau meningkat 44,77%. Dan rupanya Australia adalah berada pada urutan pertama sebagai negara yang warganya paling banyak mengunjungi Indonesia.
Â
Peristiwa bom Bali yang banyak menewaskan warga Australia boleh saja digunakan sebagai alasan traumatik. Namun perkembangan kecerdasan masyarakat dewasa ini pada akhirnya mampu mengkaji serta menganalisis peristiwa yang muncul di sekitarnya, hal ini juga karena berkat mudahnya informasi yang diperoleh dari berbagai pelosok dunia tentang kebohongan-kebohongan internasional.
Â
Kini masyarakat mudah mengkaji serta menganalisis mengapa dua teror bom yang banyak menelan korban itu terjadi di Bali sebagai tempat tujuan wisata yang paling diminati, dan kemudian di susul di Jakarta. Tidakkah itu cukup menjelaskan kepada kita bahwa ada upaya kuat dalam konspirasi internasional untuk melumpuhkan perekonomian Indonesia dari sektor pariwisata?
Â
Bahwa pelakunya adalah orang Indonesia dan jelas-jelas berkulit coklat, apakah hal itu cukup menguatkan untuk melabeli bangsa ini sebagai bangsa teroris. Atau katakanlah, hanya karena pelakunya orang Islam, lalu memberi stigma Islam sebagai agama teroris.
Lalu kenapa peristiwa itu terjadi di Indonesia? Mengapa teroris berkulit coklat ini begitu tolol, ketika marah malah menusuk jantungnya sendiri? Tidakkah keanehan ini menjelaskan kepada kita bahwa negeri kita sedang diserang para teroris internasional yang dikendalikan secara internasional pula?
Â
Yang pasti memang tidak semua orang Indonesia loyal pada negerinya. Apalagi kalau berhubungan dengan upah milyaran, sehingga bisa saja pelakunya orang Indonesia yang bermental pengemis, hina dan bermoral rendahan. Namun yang lebih penting adalah perlunya bangsa ini segera mengungkap dalangnya.
Â
Siapa pun tahu bahwa masyarakat Indonesia umumnya, khsusnya masyarakat Bali adalah masyarakat yang ramah dan cinta kedamaian. Dan itu sudah berlangsung ratusan tahun. Tetapi jangan coba menyakiti masyarakat yang memiliki sifat keramahan seperti masyarakat Indonesia, anda bisa mendapatkan yang sebaliknya.
Â
Apa pun, yang penting adalah bangsa ini harus belajar pada Australia bagaimana caranya menekan kunjungan warganya ke luar negeri. Malaysia pun sudah lama melarang pegawai negerinya berkunjung ke luar negeri kalau bukan menyangkut urusan dinas. Memang sulit menghimbau warga negara Indonesia membatasi kunjungan ke luar negeri. Jangan kan melarang pelesiran ke luar negeri, larangan korupsi dan kecenderungan curang dalam perniagaan pun tidak pernah dipatuhi di negeri ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H