Mohon tunggu...
Medy Budun
Medy Budun Mohon Tunggu... Wiraswasta - Alumni Magister Administrasi Bisnis, Universitas Lambung Mangkurat

Penulis bebas. Putra asli Dayak Paser Tiong Talin. Aktif dalam forum diskusi terkait dengan komunitas Dayak dalam konteks seni budaya, hak masyarakat adat dan kearifan lokal.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Membangun Desa Terapkan Konsep "Think Globally, Act Locally"

11 Juli 2021   23:32 Diperbarui: 12 Juli 2021   09:58 1744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kantor Desa Sandeley/FB Desa

Apa itu Think Globally, Act Locally?

Ungkapan “Think Globally, Act Locally” pertama kali dicetuskan oleh Patrick Geddes (1915) seorang ahli biologi Skotlandia, sosiolog, dermawan dan perintis perencana kota dalam ide dan gagasannya membuat perencanaan kota Skotlandia. Patrick Geddes, bapak perencana kota yang dikagumi dan menginspirasi perencana kota-kota besar dan modern diseluruh dunia.

Think Globally, Act Locally” merupakan dorongan untuk memiliki wawasan global namun dalam tindakan secara lokal sesuai dengan kearifan yang dipahami dilingkungan setempat. Dimana satu hal yang menjadi catatan Patrick Geddes saat kunjungan ke India 1915 memberi nasihat tentang masalah perencanaan kota yang muncul, khususnya, bagaimana memediasi antara kebutuhan untuk perbaikan lingkungan publik namun tetap respek terhadap standar sosial yang ada yaitu dengan tetap mempertahankan bangunan bersejarah dan bangunan penting keagamaan, mengembangkan kota yang layak menjadi kebanggaan warga negara, bukan tiruan dari kota-kota di Eropa.

Pengaruh Globalisasi

Saat ini sudah hampir setiap orang memiliki handphone yang terhubung ke internet tak terkecuali masyarakat yang ada dikampung halaman penulis dimana arus informasi bukan menjadi hambatan lagi untuk setiap orang dan dibagian manapun dibumi ini dapat diketahui secara realtime.

Style generasi muda dikampung pun nyaris tidak beda dengan anak-anak muda di kota-kota besar di Indonesia baik dari gaya pakaian, cara berbicara bahkan tunggangan dari roda dua hingga roda empat. Hal ini karena didukung kondisi ekonomi yang cukup baik sebanding dengan pendapatan seperti anak-anak muda di kota bahkan mungkin lebih untuk kondisi tertentu karena mereka hampir semua memiliki passive income dari hasil kebun kelapa sawit milik sendiri juga dari pendapatan bekerja sebagai karyawan pertambangan atau perkebunan yang beroperasi sekian lama di kampung halaman. Dirumah ada fasilitas indihome, waktu senggang banyak diisi dengan kegiatan berselancar didunia maya bahkan sebagian disibukkan dengan game online, membuat konten Youtube, Instagram dan TikTok. Tidak sedikit yang enggan untuk melanjutkan kuliah lagi.

Berkat Tuhan ini belum didukung dengan konsep “Think Globally, Act Locally” akan tetapi masih pada spektrum “Act Globally, Think Locally” dimana perilaku lebih condong pada tren global tetapi cara berpikir masih sangat kuat dengan nilai-nilai lokal. Dimana lunturnya kecintaan pada bahasa ibu, tidak lagi mengenal dengan baik tradisi dan budaya sendiri, dan interaksi sosial kemasyarakatan semakin berkurang. Hal ini sangat kontras dengan kehidupan masyarakat yang ada dipedesaan pada umumnya.

Berpikir global bertindak lokal dapat merupakan sikap terbuka terhadap berbagai perubahan yang ada dari berbagai bidang namun harus disikapi dalam bentuk tindakan lokal.

Contoh yang sangat baik seperti masyarakat Jepang dimana tradisi dan budaya mereka sangat terpelihara dengan baik ditengah kehidupan mereka yang sudah sangat maju dan modern. Pasca kota Hiroshima dan Nagasaki di bom oleh tentara sekutu di tahun 1945, Jepang hancur. Lalu pemerintah Jepang mengirim anak -anak muda mereka pergi belajar ke luar negeri. Setelah lulus, mereka kembali pulang ke negaranya dan mulai menterjemahkan bermacam-macam buku ilmu pengetahuan dan menularkan pengetahuan yang mereka dapatkan kepada seluruh masyarakat negeri. Masyarakat Jepang adalah masyarakat yang sangat gemar membaca seperti yang penulis saksikan sendiri, dimana saja mereka selalu ditemani dengan buku untuk dibaca. Gerakan pembaharuan ini disebut dengan Restorasi Meiji yaitu merupakan usaha besar-besaran kaisar Meiji Ishin sejak 1868 untuk menciptakan Jepang baru, transformasi dari negara yang terisolasi dan miskin menjadi negara yang modern. Restorasi Meiji membawa perubahan besar dalam kehidupan bangsa Jepang, terutama bidang pendidikan dan teknologi. Sebelum Restorasi Meiji, Jepang melaksanakan pendidikannya berdasarkan sistem masyarakat feodal, yaitu pendidikan untuk samurai, petani, tukang, pedagang, dan rakyat jelata. Sejak itu hingga saat ini orang Jepang hidup modern tapi bukan berarti meninggalkan budaya dan tradisi bertani, tukang atau pedagang mereka, tidak!.  Mereka tetap memakai budaya leluhur dan tetap melakukan tradisi turun temurun namun dengan cara yang lebih maju dan modern. Ini yang dinamakan konsep “Think Globally, Act Locally”.

Di Indonesia sendiri, istilah globalisasi saat ini menjadi sangat populer karena berkaitan dengan gerak pembangunan, terutama berkaitan dengan sistem ekonomi terbuka, dan perdagangan bebas. Era globalisasi ditandai dengan adanya persaingan yang semakin tajam, padatnya informasi, kuatnya komunikasi, dan keterbukaan. Tanpa memiliki kemampuan tersebut maka Indonesia akan tertinggal jauh dan terseret oleh arus globalisasi yang demikian dahsyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun