Dari situ, laki-laki menerapkan perilaku serupa yang orang lain ajarkan. Rahmat menambahkan, "Tumbuh kembang kita arahnya lebih ke luar rumah, bukan ke dalam rumah. Ada juga adat yang menjaga laki-laki, seperti tidak boleh cuci piring."Â
Menurutnya, stigma ini bisa dihapuskan kalau semua istri paham bahwa banyak laki-laki yang tak dipersiapkan sebagai seorang ayah. Mayoritas mereka hanya disiapkan sebagai suami.Â
Laki-laki kerap tak diberi kesempatan untuk belajar. Akhirnya, saat sudah memiliki anak, laki-laki pun tak siap.Â
Maka dari itu, agar seimbang, semua pasangan harus mampu saling mengajarkan, "Harusnya para istri juga paham posisi laki-laki banyak batasan sosialnya. Maka, yaudah deh kita belajar bareng-bareng yuk. Kan harusnya gitu dong, ya."Â
Dengan begitu, rumah tangga pun akan berjalan baik karena istri dan suami memiliki kesepahaman yang sama.Â
"Harusnya sih, tidak ada pembagian bad cop dan good cop gitu. Karena begitu jatuh pada aturan keluarga atau kesepakatan, maka harusnya suami dan istri punya satu kata yang sepakat."Â
Tanggung jawab ayah dalam keluargaÂ
Rahmat juga mengungkapkan bahwa ayah memiliki tanggung jawab yang krusial dalam sebuah keluarga.Â
Pertama, seorang ayah memiliki peran sebagai pelindung anak dan keluarga. "Jadi, sebaik-baiknya ayah bisa memberikan anak dan keluarganya rasa aman, baik fisik, emosional, mental, maupun spiritual."Â
Melalui peran ini, anak mampu menilai sifat ayahnya. Bahkan, sikap ini bisa berdampak kepada kepercayaan diri sang buah hati.Â
Kedua adalah pendidik bagi anak. Hal-hal yang diajarkan pun lebih kepada prinsip dan nilai-nilai dasar di masyarakat. Seperti cara menghormati orang yang lebih tua.Â