Sukma Jahe, yang menggunakan jahe sebagai bahan utamanya, juga turut terdampak. Rita mengaku bahwa harga jahe dari yang biasanya Rp 15.000, naik hingga Rp 125.000.Â
Lantas, ini membuatnya dilema karena tak serta-merta bisa menaikkan harga produk.Â
Namun, karena sudah bekerja sama dengan supplier jahe, mereka sepakat untuk tak menaikkan harga.Â
Pada akhirnya, niat baiknya ini berbuah manis. Justru, banyak orang yang kini mencari-cari hingga menyetok produk Sukma Jahe.Â
"Sebelum pandemi, orang hanya minum dan tahu aja, dan jadi produk optional. Tapi, karena pandemi, banyak yang mengonsumsi untuk masalah imun, ya. Dan, orang-orang (jadi) lebih aware dengan sarabba selain wedang, bandrek, susu jahe," tambahnya.Â
Dengan kolaborasi yang baik, Rita mengaku tak begitu khawatir dengan situasi pandemi. Ia juga sudah terbiasa berhadapan dengan permintaan besar. Selain itu, ia juga diuntungkan dengan bahan baku jahe yang kering.Â
Memaksimalkan kesempatanÂ
Saat ini, Rita mengaku tengah membekali diri dan karyawannya dengan ilmu pemasaran digital.Â
Menurut dia, kini, sebagai pebisnis harus pintar memanfaatkan teknologi dengan sebaik-baiknya. Terlebih, dengan teknologi, produknya bisa dipasarkan hingga luar daerah.Â
Selain itu, ia juga mengikuti dengan cermat segala program pemerintah. Rita mengaku, produknya bisa sampai hingga pasar retail berkat bantuan dari pemerintah.Â
"Support pemerintah itu banyak banget, tinggal bagaimana kita menggunakan support yang sudah diberikan. Mulai dari legalitas, pelatihan-pelatihan manajemen, keuangan, (hingga) pemasaran," tutupnya.Â