Manusia adalah makhluk yang kompleks. Agar mampu berpikir kritis, kita harus memiliki kesadaran terhadap tujuan hidup.Â
Meskipun berpikir kritis tampak sangat teoretis, kenyataannya ia adalah ilmu yang harus dipraktikkan. Dari situ, perlahan-lahan kita bisa menempatkan akal sehat (rasio) dan perasaan (emosi).Â
Yang perlu dilakukan pertama kali untuk melatih kita berpikir kritis adalah refleksi diri. Refleksi diri diperlukan agar kita kembali lagi dengan tujuan hidup. Latihlah diri untuk berefleksi dengan mempertanyakan setiap tindakan yang dilakukan; apakah berdampak baik atau buruk?Â
Menulis catatan kecil sebelum tidur juga merupakan salah satu upaya refleksi diri. Dengan menulis, kita akan mengevaluasi apa yang telah terjadi pada hari itu. Selain itu, kesadaran juga akan tercipta karena kita bisa melihat proses hidup melalui tulisan pada lembaran-lembaran kertas.Â
Hal kedua yang perlu dilakukan adalah bersikap rendah hati terhadap diri sendiri dan orang lain. Saat berdiskusi, pastinya kita juga akan menghadapi opini orang lain yang terkadang berseberangan.Â
Oleh karenanya, rendah hati dapat membuat kita lebih menghargai setiap informasi dan opini yang diterima.Â
Kiat ketiga yang disarankan oleh Harvard Business Review adalah senantiasa bertanya pada setiap asumsi. Dengan bertanya, pola pikir kita akan terasah.Â
Kemudian yang keempat, kita juga harus memberikan alasan dengan logika. Dan terakhir adalah memiliki pemikiran yang beragam dengan senantiasa berdiskusi dan mencari informasi.Â
Hambatan berpikir kritisÂ
Di Indonesia, perilaku berpikir kritis masih memiliki berbagai kendala. Dari banyaknya kendala, yang paling utama adalah takut salah. Hal itu disebabkan karena masyarakat menganggap orang yang berpikir kritis selalu melawan arus.Â
Mendobrak kebiasaan lama adalah hal yang menakutkan karena diasosiasikan sebagai perilaku tak biasa. Hal ini terjadi karena sistem pendidikan kita yang masih menggunakan pandangan benar atau salah.Â