Kata toxic (toksik) belakangan ramai disebut, terutama di media sosial maupun diskusi seputar psikologi.Â
Penggunaan istilah ini sering kali dikaitkan dengan watak dan cara bersikap dalam hubungan antarteman, pasangan, anggota keluarga, atau kolega. Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan toksik?
Dikutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, toksik berarti racun, beracun, atau berkenaan dengan racun. Psikolog klinis Dra. Astrid Regian Sapiie menyebut, seseorang yang dianggap toksik ialah yang membuat orang lain merasa terpengaruhi dan tidak nyaman akibat perilaku, gaya, sikap, dan kebiasaannya.
Bentuk ketidaknyamanan yang dirasakan yaitu seperti terganggu, sedih atau kesal terus menerus, rendah diri, bersalah, dan lain-lain. Seseorang yang membawa watak atau perilaku toksik cenderung membuat orang lain ingin menghindari untuk bertemu, bercakap, bahkan berhubungan dengannya.
"Toksik itu kan racun. Nah, yang dimaksud dengan meracuni itu adalah perilaku atau gaya perilaku ya, atau sifat, watak tertentu yang bikin orang lain jadi akhirnya 'keracunan', ya. (Sehingga efeknya) sakit gitu, sedih, atau terpengaruh oleh apa yang dia ucapkan," ujar Astrid seperti yang dikutip dari episode "Jika Kita Sendiri Adalah Teman yang Toxic" pada podcast Anyaman Jiwa.
Tanpa disadari, sejatinya semua orang memiliki watak toksiknya masing-masing. Namun, bagaimana kita menyikapinya---menuruti sifat tersebut atau justru menghindarinya---adalah pilihan kita.
"Orang itu sifatnya banyak, tapi mungkin ada satu atau dua sifat tertentu yang bikin temannya itu tidak nyaman," terang Astrid.
Mengidentifikasi perilaku toksik pada orang lain umumnya akan lebih mudah dibanding pada diri sendiri. Lantas, bagaimana cara agar kita dapat mengetahui apakah kita toksik bagi orang lain?
Astrid menyarankan setiap orang untuk mengintrospeksi diri demi mengetahui apakah ia pribadi yang toksik bagi orang lain ataupun sebaliknya. Ia pun menyinggung soal teori sosial yang mempercayai bahwa cara orang lain memperlakukan diri kita adalah cermin dari bagaimana kita memperlakukan orang lain.
Dalam kasus kepribadian yang toksik, misalnya ketika merasa bahwa orang lain menjauhi kita atau bersikap berbeda di depan dan di belakang kita, maka mungkin itu adalah tanda bahwa ada yang salah pada diri kita. Lantas, kita dapat memastikannya.