Mohon tunggu...
medio yulistio
medio yulistio Mohon Tunggu... -

Berjuang

Selanjutnya

Tutup

Politik

MD

7 April 2014   03:29 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:59 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1396787172825476627


Dramaturgi politik pasca reformasi tahun 1998 telah mengubah Sosio politik di Indonesia. Orde baru yang lebih akrab dengan rezim otoritarianisme, monolitik dan mandul runtuh berkeping-keping oleh gerakan yang dikomandoi oleh mahasiswa dan elite politik yang merasa perlunya perubahan mendasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dan seperti seorang bayi yang dilahirkan, Reformasi membawa segenap harapan dan masa depan "baru" Indonesia. Reformasi inilah yang menadai babak baru "industri" politik di Indonesia, tidak hanya pada lahirnya tokoh-tokoh baru dan kritis, tetapi juga mampu membawa ruang keterbukaan bagi afiliasi ideologi-ideologi yang selama ini berbasis sosial kultural menuju gerakan politik struktural. hal ini dapat terlihat dari corak partai politik baru yang timbul, Marhaenisme dengan partai nasionalisnya, Ormas keagamaan dengan partai religinya, ataupun partai-partai moderat dengan visi kebangsaannya masing-masing. Sebagaimana apa yang diungkapkan oleh syaiful arif bahwa Reformasi 1998 memang membuahkan hasil yang paling dibutuhkan masyarakat Indonesia. Yakni kebebasan politik. Dalam kebebasan ini, masyarakat bebas mengartikulasikan hak-hak sosial-politiknya. Baik melalui jalur politik formal (partai politik), maupun gerakan sosial. Persoalannya, kebebasan yang tanpa panduan telah melahirkan “ancaman” bagi sendi-sendi dasar berbangsa. Sebab ia mendedahkan berbagai gerakan sosial-politik yang jelas-jelas memiliki ideologi kontra-Pancasila.
Simbolisasi Ideologi Partai; Kader politik Miskin Makna
Perjuangan jalur politik formal pada tahun '98 keatas menghasilkan kanal-kanal gerakan melalui partai-partai bentukan baru yang tumbuh menjamur. Entah ini menjadi sebagai trend dalam era baru masa transisi politik Indonesia ataupun "nafsu" dari kegelisahan para aktor-aktor politik yang lama terbelenggu oleh "kediktatoran" era sebelumnya. Apapun motif dari maraknya antusiasme berpartai politik, ada satu hal yang dapat disimpulkan bahwa ruang demokrasi di Indonesia mampu menampilkan format ideologi dalam wilayah kepartaian dalam mengarahkan visi kebangsaan. Semua pelaku dan penggerak ideologi ini berjibaku untuk mensosialisasikan serta merebut hati rakyat dalam meraup mandat kepercayaan publik, walaupun disisi lain pada masa itu masyarakat secara kultural belum mampu menerima perubahan itu secara cepat dan menyeluruh. Alhasil pada Pemilu pada tahun 1999 telah menelurkan 48 Partai politik untuk bertarung memperebutkan empati masyarakat. Dengan jumlah partai politik yang tumbuh hampir 150 kali lipat dari partai pemilu orde baru diklaim adalah hasil dari afiliasi ideologi politik yang berkembang dimasyarakat; Kiri Radikal, Kiri Moderat, Kanan Konservatif, Kanan Liberal Dan Islamisme.
Belajar dari sejarah panjang terbentuknya serta terlahirnya gagasan bernegara yang terhimpun dalam visi dan arah pembangunan haruslah tetap berpegang pada landasan ideologinya. Tumbuhnya partai politik yang memiliki corak ideologi tertentu haruslah berbanding lurus pada kemajuan serta pertumbuhan wawasan serta komitmen masyarakat pada tataran nilai kebangsaan. Ideologi menjadi arah tujuan yang tidak bisa ditawar, lalu pada struktur kekuasaannya partai pemenang Pemilu mampu menghasilkan kebijakan-kebijakan populis yang sesuai pada keyakinan sekaligus gagasan dari ideologinya. tidak hanya pada corak partai dan kebijakannya, hal tersebut juga terasa dan terlembagakan dalam kehidupan masing-masing kadernya.
Tapi 16 tahun sudah reformasi berlalu, alam demokrasi yang terbuka bebas belum mampu menjadi saluran kerakyatan. Perjuangan politik secara formal tidak menghasilkan apa-apa kecuali syahwat kekuasaan para aktor politik, padahal begitu banyaknya "anak-anak" reformasi yang duduk dengan berkuasa. Mungkin memang kekuasaan mampu menghapus sejarah perjuangan terdahulu sehingga melunturkan nilai serta spirit keadilan yang dulu pernah dijunjung tinggi. Semakin hari bangsa Indonesia kropos dan berkarat ulah anak negeri sendiri, korupsi, kekerasan, ketimpangan sosial, kemiskinan dan penjajahan dalam bentuk lainnya terus tumbuh subur berdiri dibalik kekuasaan itu sendiri.

Hambarnya Ideologi Partai Dan Hijaunya Pencitraan Palsu

Berbicara institusi politik pasti berbicara kekuasaan dari kepentingan suatu kelompok. Stigma ini tumbuh dan berkembang dalam waktu yang lama melalui kumparan kekecewaan yang telah lama dan semakin mengeras. Generasi hari ini telah kehilangan figur-figur tauladan bangsa, sosok Hatta, Sjahrir, Buya Hamka tidak pernah terlahir kembali untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang sama tuanya dengan umur Indonesia itu sendiri. Figur seharusnya lahir dari dinding rahim perlawanan terhadap kondisi yang ada. Mereka ditempah dengan "nilai-nilai" sekaligus pengalaman-pengalaman panjang yang pada akhirnya membentuk empati terhadap kondisi yang selalu tidak sejajar terhadap cita-cita keIndonesiaan itu sendiri. Dalam sudut pandang perjuangan formal melalui partai politik, seharusnya dengan basis ideologi yang menjadi dasar perjuangan masing-masing partai mampu melahirkan sosok kepemimpinan dan basis masyarakat yang kuat, baik diwilayah metode maupun konsep untuk bisa diperdebatkan didalam ruang publik. Tidak pada kenyataannya, partai politik menjadi pohon yang bear dengan banyak benalu disepanjang tubuhnya. Ditambah lagi dengan kepentingan pemilik modal dan sistem pemilu yang mengharuskan para politisi mengeluarkan "ongkos" yang cukup mahal untuk berkompetisi, realita inilah yang menggeser ideologi, intelektualitas, visi dan orang-orang yang bersungguh-sungguh ingin berjuang dijalur formal harus terlempar.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun