Selain itu, ada juga kekhawatiran bahwa penghapusan ambang batas parlemen dapat memperburuk masalah pembelahan politik yang sudah ada. Indonesia sudah memiliki sejarah yang panjang dalam hal polarisasi politik, baik antara partai politik maupun antara kelompok masyarakat. Tanpa adanya ambang batas parlemen, potensi terbentuknya partai-partai politik yang berbasis pada identitas etnis, agama, atau ideologi tertentu dapat meningkat. Hal ini dapat memperdalam kesenjangan politik dan sosial di masyarakat, yang pada akhirnya dapat mengancam stabilitas politik dan keutuhan bangsa.
Namun, di sisi lain, ada juga argumen yang menyatakan bahwa penghapusan ambang batas parlemen dapat mendorong terciptanya sistem politik yang lebih responsif terhadap kepentingan rakyat. Dengan lebih banyak partai politik yang bersaing, diharapkan akan tercipta persaingan yang sehat untuk mendapatkan dukungan rakyat dan mewakili aspirasi mereka. Hal ini dapat memaksa partai politik untuk lebih mendengarkan suara rakyat dan menghasilkan kebijakan-kebijakan yang lebih baik sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Dalam menyikapi isu ini, MK perlu mempertimbangkan secara seksama berbagai aspek dan dampak yang mungkin timbul. Langkah penghapusan ambang batas parlemen tidak boleh dianggap sebagai solusi tunggal untuk memperbaiki sistem politik Indonesia. Perlu ada pendekatan yang komprehensif dan terpadu, yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, untuk menciptakan sistem politik yang lebih inklusif, responsif, dan stabil. Hanya dengan demikian, Indonesia dapat melangkah maju dalam memperkuat demokrasi dan kesejahteraan rakyatnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI