Pemuda itu menatapnya dengan lembut. "Rindu yang tak pernah terucapkan."
Air mata pun kembali mengalir di pipi Nyonya Emilia, namun kali ini bukan air mata kesedihan, melainkan air mata kebahagiaan. Dia merasa bahwa rindu yang telah lama terpendam di hatinya akhirnya ditemukan di tempat yang paling tidak diduga.
Tetes-tetes hujan Maret terus turun dengan lembut, menciptakan suasana yang tenang di sekitar mereka. Nyonya Emilia memandang pemuda itu dengan rasa ingin tahu yang semakin mendalam.
"Apakah Anda akan selalu datang ketika hujan turun?" tanya Nyonya Emilia, suaranya penuh dengan harapan.
Pemuda itu tersenyum lembut. "Saya akan selalu ada untuk Anda, Nyonya Emilia. Baik hujan maupun panas, saya akan selalu datang untuk menemani Anda."
Air mata Nyonya Emilia kembali berlinang, namun kali ini bukan karena kesedihan, melainkan karena kebahagiaan yang meluap dari hatinya. Dia merasa bahwa kehadiran pemuda itu adalah jawaban atas doanya yang telah lama terpendam.
"Mungkin inilah yang selalu saya cari," ucap Nyonya Emilia dengan suara lirih.
Pemuda itu mengangguk setuju. "Kita tidak pernah tahu apa yang kita cari sampai kita menemukannya, bukan?"
Mereka duduk berdua di bawah payung besar itu, menikmati kehangatan yang terselip di antara tetes-tetes hujan yang turun dengan lembut. Di antara percakapan mereka yang penuh makna, mereka merasakan bahwa jarak antara mereka semakin menipis, dan hati mereka semakin dekat satu sama lain.
Mungkin itulah yang disebut dengan takdir. Bahwa di antara hujan Maret yang turun dengan lembut, dua hati yang terpisah oleh waktu dan ruang bisa bersatu kembali, menemukan kedamaian dan kebahagiaan yang telah lama mereka cari.
Hari berganti hari, dan kehadiran pemuda itu semakin mengisi ruang kosong di hati Nyonya Emilia. Mereka berdua menjadi teman yang tak terpisahkan, saling menyemangati dan saling mendukung dalam setiap langkah hidup yang mereka tempuh.