Mohon tunggu...
Medi Juniansyah
Medi Juniansyah Mohon Tunggu... Penulis - Menggores Makna, Merangkai Inspirasi

Master of Islamic Religious Education - Writer - Educator - Organizer

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hujan Maret dan Rindu yang Tak Terucapkan

4 Maret 2024   18:49 Diperbarui: 4 Maret 2024   19:08 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di pinggiran kota kecil yang terhampar di lereng Bukit Barisan, ada sebuah rumah tua nan bersahaja. Tampaknya waktu telah meninggalkan jejaknya pada bangunan itu, namun keindahan yang terselip di antara retak-retak dindingnya masih terasa. Di sana, sebuah kisah tentang hujan Maret dan rindu yang tak terucapkan sedang berkembang.

Hari itu, langit telah membiru sejak pagi. Hembusan angin sepoi-sepoi mulai menerpa jendela rumah tua itu, mengundang kehangatan di hati siapa pun yang menyaksikannya. Di dalam rumah, seorang wanita tua dengan senyum lembut duduk di kursi goyangnya, memandangi jendela dengan tatapan penuh makna.

Dia adalah Nyonya Emilia, penduduk setia rumah tua itu. Tiap pagi, dia menyambut kehadiran bulan Maret dengan harapan baru, membuka lembaran hidupnya dengan penuh keyakinan. Namun, ada sesuatu yang mengganggu hatinya di pagi itu. Rasa rindu yang tak terucapkan.

Di sudut lain rumah, sebuah peti tua terletak dengan tertutup rapat. Di dalamnya tersimpan kenangan-kenangan masa lalu yang telah lama terpendam. Dan di hari-hari hujan Maret seperti ini, peti itu sering kali menjadi saksi bisu dari rindu yang memenuhi hati Nyonya Emilia.

Hujan mulai membasahi tanah, mengundang rasa dingin yang menusuk hingga ke tulang. Namun, bagi Nyonya Emilia, hujan Maret membawa kenangan manis yang membuatnya semakin merindukan sosok yang telah lama pergi.

Flashback membawanya kembali ke masa lalu, ketika hujan Maret pertama kali menghampiri mereka. Wajah lembut suaminya, Giovanni, terbayang jelas di benaknya. Mereka duduk berdua di teras rumah, menatap tetes-tetes hujan yang berjatuhan dengan penuh kerinduan di mata mereka.

"Kenapa Maret begitu indah?" tanya Giovanni dengan suara lembut.

"Karena Maret membawa rindu yang tak terucapkan, sayang," jawab Nyonya Emilia sambil tersenyum.

Senyumnya itu membawa hangat dalam dinginnya hujan. Mereka adalah sepasang kekasih yang telah bersama selama puluhan tahun, tetapi rindu itu tak pernah hilang di antara mereka. Namun, takdir memiliki rencana lain.

Suatu hari, ketika hujan Maret kembali turun dengan lebatnya, Giovanni pergi untuk selamanya. Meninggalkan Nyonya Emilia sendirian dengan rindu yang terus menggunung di dadanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun