TINGKAT popularitas Anies memang luar biasa, dari berbagai lembaga survey, Anies selalu menempatkan diri pada posisi tiga besar.
Tingkat popularitas dalam sebuah survey sejatinya menandakan keterterimaan seseorang didalam  persepsi publik. Dari keterterimaan dalam persepsi diharapkan akan menjadi keterpilihan.
Tentu saja untuk menjadi keterpilihan tidak bisa dilakukan dengan cara - cara yang sporadis dan tidak tertata dan terencana. Semua harus tersistim, tertata dan terencanaterencana secara baik.
Hal menggembirakan adalah dimana mana kita menyaksikan kemeriahan deklarasi-deklarasi dukungan terhadap Anies. Namun sayangnya diantara deklarasi-deklarasi tersebut masih terkesan sebagai sebuah kerumunan.
Mengapa disebut kerumunan?Â
Ya, karena kebanyakan diantara relawan hanya berkerumun lalu mereka merasakan nasib yang sama, nasib keterpinggiran, begitu ketemu kawan senasib maka lebih banyak mengeluh dan mencela, atau melakukan aksi-aksi yang seolah mendukung Anies, tapi nyatanya tidak berkorelasi dengan rencana mengkapitalisasi dukungan untuk menjadi suara.
Dalam berbagai kerumunan media sosial, relawan Anies seringkali terlihat mengabarkan kegiatan-kegiatan yang tidak ada hubungannya bagaimana mendapatkan suara dukungan untuk Anies sebanyak-banyaknya. Mereka hanya berkerumun diantara  mereka saja, sehingga kemampuan untuk menggarap ceruk penambahan suara tidak terjadi.
Anies lebih banyak menjadi milik mereka, Anies tak boleh dimiliki oleh orang lain, apalagi orang yang selama ini dianggap sebagai lawan. Sehingga dukungan terhadap Anies hanya berputar diantara mereka sendiri.
Masih banyak relawan Anies tidak banyak mau belajar dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, sehingga kebanyakan relawan Anies gampang terjebak dalam isu dan kegiatan yang tidak hubungannya dengan kerja-kerja memenangkan Anies.
Semangat yang tinggi seringkali tidak diimbangi kemampuan berpikir yang rasional. Kebanyakan diantara mereka lebih mengedepankan emosional.
Lalu apa yang harus dilakukan? Kerja politik menuntut kecermatan dan keterukuran.