[caption id="attachment_258697" align="alignright" width="614" caption="Pengalaman distribusi BLT tahun 2009, kata Mulyadi Sumarto, sangat mungkin direplikasi oleh SBY untuk dilaksanakan lagi menjelang pemilu 2014."][/caption]
YOGYAKARTA, PSKK UGM – Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang dilaksanakan pada masa kampanye pemilu 2009 merupakan hasil manipulasi politik. Ini ditujukan untuk meningkatkan popularitas SBY dan mobilisasi pemilih pada pemilu presiden 2009. Pengalaman distribusi BLT sebagai wujud kompensasi penurunan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan sekaligus sebagai media pembelian suara ini, sangat mungkin terulang lagi pada pemilu 2014.
Isu tersebut dibahas dalam seminar yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) UGM pada tanggal 2 Mei 2013. Seminar yang bertajuk “Membeli Suara dengan Program Populis?: Manipulasi Program BLT menjelang Pemilu Presiden 2009” tersebut menampilkan Mulyadi Sumarto sebagai pembicaranya.
Di bagian awal penjelasannya, Mulyadi membandingkan pengalaman praktik manipulasi politik program BLT dan pengalaman serupa yang terjadi di Meksiko dan Peru pada jaman pemerintahan Carlos Salinas dan Alberto Fujimori. Menurut Mulyadi yang bekerja sebagai dosen di Fisipol UGM dan peneliti PSKK UGM, manipulasi program BLT lebih kasat mata dibanding dengan yang terjadi di Meksiko dan Peru.
Indikasi manipulasi program BLT, lanjut Mulyadi, bisa dilihat dari urgensi realisasi program BLT di tahun 2009 dan pengelolaan administrtatif program tersebut. Pada tahun 2009, sebenarnya program BLT tidak diperlukan. Alasan distribusi BLT pada tahun 2008 dan 2009 adalah karena pengurangan subsidi akibat kenaikan harga BBM dan munculnya kesulitan ekonomi akibat kenaikan harga BBM. Namun demikian, bagi Mulyadi, di tahun 2009, alasan tersebut tidak relevan karena harga BBM telah diturunkan dan tidak muncul kesulitan ekonomi karena kenaikan harga BBM.
Pada saat yang sama, Inpres program BLT 2008, yang diklaim oleh pemerintahan SBY merupakan bagian tidak terpisahkan dengan program BLT 2009, secara jelas menyebutkan bahwa program BLT hanya berlangsung sampai dengan Desember 2008. Anehnya, pemerintahan SBY merealisasi program BLT di tahun 2009.
Ini bisa terjadi karena manipulasi politik dalam pengelolaan adminstratif program BLT. Manipulasi tersebut mencakup: jangka waktu distribusi BLT, jumlah penerima BLT, data yang dipakai untuk distribusi BLT, metode distribusi BLT, dan landasan hukum program BLT.
Rangkaian upaya manipulasi, mendistribusikan BLT kepada rumah tangga menjelang pemilu, dan kemudian mengklaimnya sebagai wujud niat baik presiden yang berkuasa guna mobilisasi pemilih, menurut Mulyadi, merupakan indikasi pembelian suara.
Pengalaman distribusi BLT tahun 2009, kata Mulyadi Sumarto, sangat mungkin direplikasi oleh SBY untuk dilaksanakan lagi menjelang pemilu 2014 walaupun replikasinya tidak harus dalam bentuk BLT.
Kecenderungan SBY mengulang cerita sukses program BLT sangat besar karena distribusi program BLT 2009 juga merupakan wujud replikasi distribusi BLT tahun 2005. Pola peningkatan popularitas SBY di tahun 2005, tegas Mulyadi, terulang persis pada distribusi BLT di tahun 2009. Pola inilah yang sekarang dicoba SBY untuk diwjudkan kembali menjelang pemilu 2014. []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H