Mohon tunggu...
Mutiara Me
Mutiara Me Mohon Tunggu... Mahasiswa - saya

Belajar nulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sambal Roa yang "Berbahaya"

16 Maret 2016   14:48 Diperbarui: 16 Maret 2016   16:19 6518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah seminggu saya tinggal dengan keluarga yang berasal dari Manado yang ada di Jepang. Meskipun mereka tinggal di Jepang, namun hidangan setiap harinya nyaris tidak ada unsur Jepangnya. Semuanya khas Manado. Ikan cakalang juga selalu ada di setiap acara kumpul-kumpul, dan hebatnya saat kumpul-kumpul mereka selalu makan-makan. "Kita orang Manado suka makan," kata mereka. Bagaimana mereka memperoleh bahan-bahannya? Ibu Jelty, ibu homestay saya berkata "kita bawa semua dari Manado. Tapi di sini cabe segar kita beli di Thailand." Nah loh beli cabenya jauh ya ke Thailand! Bukann bukann.. Thailand di sini yang dimaksud beliau adalah toko Asia yang menjual cabe dari Thailand. Seperti di gambar, harga cabe satu kemasan (500 gram) harganya 466 yen (sekitar 50 ribu rupiah). Kalau dibandingkan dengan harga cabai di kota-kota besar di Tokyo dan Nagoya, harga ini saya rasa termasuk murah. Di Nagoya misalnya, agak sulit menemukan cabe segar vakum seperti ini. Biasanya cabe yang banyak ada adalah cabe kering. Tentunya kedahsyatan rasa cabe kering setelah diolah berbeda dengan cabe non-kering. [caption caption="Cabai kemasan vakum dari toko Asia (Oarai, Jepang)"][/caption] Masakan Manado terkenal sekali kepedasannya. Semua pokoknya pedas..pedas..dan pedas. Jikapun tidak pedas selalu ada sambal pedass sebagai pengiringnya. Sambal-sambal ini sering membuat mereka yang akan memakannya sedikit gentar, jika tak terbiasa. Ada berbagai jenis sambal khas Manado yang sudah terkenal di nusantara, sebut saja sambal rica, dabu-dabu dan sambal roa, dan masih banyak lagi. Saya sempat diterangkan beda-beda sambal dengan jenis potongan tomat dan resep rahasia menggunakan jeruk kecil khas Manado, namun saya sendiri juga tidak mengingat dengan jelas. Yang pasti melahap sambal-sambal khas Manado dengan nasi hangat dan kerupuk, dijamin keringat akan bercucuran tanpa perlu bersauna.

Mia (nama samaran), yang berusia 4 tahun yang juga tinggal di rumah itupun juga sangat menggemari masakan pedas. Namun untuk bekal makan siang di hoikuen (daycare), mamanya biasa tidak memberinya sambal karena kuatir nanti gurunya akan kaget jika melihat anak seumur itu sudah diberi makanan pedas. Orang Jepang apalagi, memang terkenal tidak menggemari masakan pedas, kalau bisa dibilang malah mereka "takut" dengan cabai. Namun apa boleh buat namanya anak Manado, jika tak ada sambal yang menyertai bekal makannya dia tidak mau makan banyak.

Pernah pihak day-care menelepon mamanya di perusahaan tempat ia bekerja melaporkan bahwa si anak tidak mau makan. Lalu sesampainya di rumah, dengan ikan dan sambal roa pedaaas, si anak makan dengan lahap dan sampai nambah-nambah. Olaalaa... Saya sendiri masih terheran-heran melihat si anak makan dengan sambal roa pedas yang saya sendiri sampai uh-ah-uh-ah.

Itulah salah satu sambal yang terkenal diantara banyak sambal lezat ala Manado, sambal roa. Roa sendiri adalah jenis ikan yang konon hanya ada di Manado. Namun saat saya melihat di Wikipedia, disebutkan ikan yang dalam bahasa Inggris disebut garfish ini banyak dapat ditemukan di Atlantik, Laut Mediterania, Laut Karibia dan Laut Baltik. Ikan ini biasanya diawetkan dengan diasapi untuk mengurangi kadar airnya sehingga lebih tahan lama sebelum diolah menjadi sambal atau masakan lainnya. Tentu saja dengan proses pengasapan ini, ikan roa juga menjadi semakin beraroma.

Bagaimana cara membuat sambal roa? Menurut orang-orang Manado, pembuatan sambal roa cukup simpel sebenarnya, asal ada bahan utamanya ikan roa asap. Bahan-bahan lainnya adalah seperti membuat sambal pada umumnya, ada tomat, cabe rawit, cabe merah, bawang merah dan bawang putih serta, gula, garam dan minyak goreng. Haluskan bahan-bahan yang sudah disebutkan (kecuali ikan roa) lalu tumis hingga harum dan matang. Lalu sangrai daging ikan roa (yang sudah dsuwir atau cincang kasar) hingga harum. Masukkan roa ke tumisan bumbu halus tadi, aduk rata. Bumbui garam dan gula. Sambal roa pun bisa dinikmati hangat-hangat, dengan nasi putih saja sudah sangat nikmat. 

[caption caption="Sambal roa semangkuk besar buatan Ibu Jelty"]

[/caption]Di Jepang, nihil untuk mereka mendapatkan ikan ini di pasar atau supermarket. Oleh karena itu mereka biasa membawa dari Indonesia dalam bentuk kering. Saya sendiri spesial dibuatkan oleh Ibu Jelty sambal roa semangkuk besar untuk saya sendiri. Pertama saya pikir mana mungkin saya bisa menghabiskannya sendiri, apalagi saya memang sudah lama tak terbiasa makan makanan pedas sejak tinggal di Nagoya 2 tahun belakangan. Jika makan sambal pedas sedikit saja saya langsung sakit perut. Namun aroma sambal roa itu tidak tertahankan dan tidak terjelaskan, terdengar sedikit alay ya, tapi itu benar adanya. :) Selama seminggu melahap kedahsyatan sambal roa dan rica dari dapur Ibu Jelty membuat lidah saya bertekuk lutut (lho ini lidah atau lutut hehe).

Sempat saya membuka dan memakan sambal-sambal lain yang saya bawa dari Nagoya, dari sambal terasi, sambal balado, sampai sambal sachetan, semua serasa hambar dan herannya saya sudah tidak bisa lagi bilang sambal-sambal itu luar biasa. Sambal-sambal tersebut tetaplah nikmat dan mempunyai kekhasan rasa masing-masing, namun setelah seminggu "dibombardir" sambal roa, saya kira sambal roa menjadi yang ter-ter-favorit untuk saya saat ini. Apakah lidah saya sudah ter-upgrade oleh sambal roa sehingga sambal-sambal lain lewat begitu saja? Faktanya, semangkuk besar sambal roa ludes dalam seminggu dan perut saya baik-baik saja. Sehingga tidak berlebihan jika saya menyatakan bahwa sambal roa adalah sambal yang "berbahaya" yang bisa membuat kita ketagihan dan merasakan sambal lain tidak lagi senikmat sebelumnya, juga "berbahaya" jika kita ingin mengurangi porsi makan atau jika harga beras mahal.

Setelah seminggu tinggal bersama keluarga dari Manado, saya bisa simpulkan, dimanapun tinggalnya, orang Manado makannya tetap... sambal roa.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun