Respon dia: "walah-walahhh....semangat dong..semangat..!"
Aku: ?????????????/ (bete....krn ngga tau nih orang ngerti bahasa Indonesia ga sihh)
Sejak saat itu aku mulai menghindari/ membatasi ngomong sama dia....daripada sebal.
Jadi kesimpulannya dia itu tidak bisa memberikan komentar secukupnya dan tepat sasaran seperti: "oh gitu ya." atau "ok" Â dan ternyata respon dia yang berlebihan, yang meskipun menurut dia positif dan menunjukkan empati tidak selalu enak didengar. Jika konteksnya kita tidak sedang memerlukan empati, tapi disaat itu kita menerima respon yang penuh empati, kita malah akan berpikir orang tersebut meng-underestimate-kan spirit dan energi kita.
Sepertinya sepele ya dan mungkin ada yang menganggap ini oversensitif saja, tapi komunikasi akan berjalan lancar apabila kita menganut prinsip dari Paul Grice (tentang prinsip2 berbahasa dalam berinteraksi):
- Maxim of manner (berkomunikasi dengan jelas dan cara yang pas),
- Maxim of quality (berkomunikasi dengan kualitas informasi yang sesuai dengan yang ditanyakan),
- Maxim of quantity (berkomunikasi dengan porsi informasi yang sesuai dengan yg ditanyakan) dan
- Maxim of relevance (berkomunikasi dengan jawaban/ pernyataan yang sesuai dengan pertanyaan/ pernyataan sebelumnya)
Tentu saja ini bukan sebuah guidance untuk bagaimana seseorang harus merespon sesuatu, karena kenyataannya ada juga respon yang tidak nyambung secara langsung dengan pernyataan seseorang tapi tetap bisa dipahami oleh orang yang berinteraksi tsb:
Contoh kalimat: