KONSEPSI BELAJAR[1]
Oleh :Median M Ihsan[2]
Dalam kehidupan sehari-hari kita sangat sering mendengar bahkan mengucapkan kata “belajar”. Namun pada realitasnya kita sebagai pelajar sendiri kurang memahami arti kata itu, sehingga sering muncul pertanyaan, mengapa manusia perlu belajar? Mengapa manusia mungkin atau dapat belajar? Serta apa makna belajar dalam kaitannya dengan martabat dan hak asasi manusia?
Bahkan saat ini paragdigma belajar / pembelajaran sudah sangat jauh melenceng dari makna belajar. Belajar diartikan hanya sebagai proses duduk di bangku kelas dan mendengarkan guru[3]. Lalu setelah keluar dari sekolah proses belajar itu sudah tidak ada, padahal ada pribahasa mengatakan bahwa pengalamanadalah guru yang terbaik. Artinya setiap proses kehidupan dan segala sesuatu yang terjadi itu akan menjadi bahan kita untuk belajar, karena pada dasarnya belajar adalah egiatan yang bersifat mental atau psikis dan terjadi saat ada interaksi aktif dengan lingkungan sehingga dihasilkan perubahan tingkah laku, ketrampilan dan sikap[4].
Proses belajar secara substansi juga mengandung beberapa proses yaitu [5] :
1.Proses mengalami, atau proses menangkap tanda (ayat) melalui alat indra, maka pelajar adalah orang yang selalu membaca, mendengarkan, memperhatikan, merasakan gejala gejala alam dengan tekun; maka unsur utama pelajar adalah “membaca dan mencoba”[6]. Di dalam bukunya Suryabrata mengemukakan bahwa siswa mengalami sendiri proses dari tidak tahu menjadi tahu, karena itu belajar yang terbaik adalah dengan mengalami dan mempergunakan pancaindera.
2.Mengingat, mengumpulkan informasi (data) maka pelajar juga adalah orang yang selalu mengingat (berdzikir) menghafal memetakan dengan detil setiap gejala gejala alam;
3.Menganalisis, adalah proses mencari persamaan, perbedaan, memposisikan dengan logika untuk mencari kesimpulan awal (hipotesa) kemudian membuktikan untuk menemukan kesimpulan akhir. Proses ini bias dilakukan dengan berdialog, berdiskusi, atau merenung atau eksperimen.
4.Merumuskan, adalah proses menyimpulkan, meringkaskan, atau mengungkapkan pola keadaan dari tanda tanda terebut kedalah tanda tanda sederhana yang bias dimengerti oleh manusia yang akan memanfaatkan ilmu itu.
5.Mengungkapkan, adalah proses menuangkan gagasan kesimpulan sebuah teori melalui bahasa baik bahasa lisa, tulisan, maupun tindakan.
Hal yang patut diingat disini adalah bahwa karena kewajiban mencari ilmu dalam islam itu tidak terbatas waktu dan tempat (usia dan ruangan) maka pelajar disini juga bermakna pembelajar. “Pembelajar” berarti orang yang mempelajarari ilmu apasaja, dimana saja kapan saja dari guru apasaja.
Tidak terpaku apapun. Konsep pembelajar sejati memiliki implikasi positif bahwa orang tidak akan takut untuk mencoba, mempelajari dan menekuni satu ilmu pengetahuan atau keterampilan meski pada awalnya ia tidak pernah mengetahui. Seorang pembelajar juga seorang yang tidak pernah merasa mapan ilmu pengetahuan, tidak pernah merasa puas dan berhenti belajar, selalu ingin tahu, selalu ingin terus memperbanyak pengetahuan, keimanan serta keterampilan. Sebab hanya dengan ilmu, keterampilan dan keimanan yang tinggi manusia akan mendapat derajat yang tinggi baik disisi Alloh maupun dihadapan manusia karena prestasi ketawaannya. Islam secara substansi berisi cara pandang (world view) prinsip (ideology), system dan prilaku hidup (kebudayaan). Islam adalah agama yang dibawa oleh Muhammad SAW. Dengan kitab suci Al-quran.
Konsepsi Ilmu :
Ilmu yang benar ialah ilmu yang dapat membawa manusia untuk mengenali penciptanya (Sang Khalik) yang dengan ilmu itu pula manusia melaksanakan kesempurnaan tugas menjadi hamba dan khalifah Allah[7].
Dengan demikian ketika manusia terlahir kedunia ini, apabila ia terbimbing dengan benar maka ia akan teringat akan perjanjian itu (Alastu bi Robbikum?? Qoluu bala Syahidna) dan berbuat sesuai dengannya. Maka ibadahnya, tindakannya, hidup, dan matinya hanya untuk Alloh semata. Islam sebagai sistem kehidupan dan penghidupan manusia sangat lah sempurna.
[1] Disampaikan pada Kajian Pembasisan Keilmuan di Fakultas Syari’ah Jurusan Syiasyah UIN SGD Bandung
[2] Seorang Pembelajar
[3]Paulo Piere, Sekolah Pembebasan
[4] Hasan, Ch. (1994). Dimensi-Dimensi Psikologi Pendidikan. Surabaya: Al- Ikhlas
[5] Munif Chatib, Sekolahnya Manusia.
[6] Suryabrata, S. (1998). Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada .
[7] Prof. Syed Muhammad Nauqieb Al-Attas, Islam dan Sekularisme, 2012 PIMPIN.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H