Mohon tunggu...
Median Editya
Median Editya Mohon Tunggu... lainnya -

penyuka beladiri dan sastra. calon guru teknik yang dicemplungin NASIB ke dunia perbankan..well, life always have a twisting plot rite ?

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dewan Perwakilan atau Pencitraan Rakyat?

11 Desember 2011   07:25 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:32 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut situs mereka, DPR memiliki tugas dan kewenangan untuk beragam hal. tugas dan kewenangan yang menyangkut kepentingan rakyat itu ada beragam bentuk, utamanya dalam pembentukan undang-undang (melalui pembahasan, rancangan, maupun persetujuan). mungkin (dalam asumsi saya) inilah mengapa mereka disebut sebagai PERWAKILAN rakyat, karena mereka semacam perpanjangan tangan yang akan merancang regulasi-regulasi, yang diharapkan bisa membantu menaikkan kesejahteraan rakyat. walau sayangnya hal tersebut macam pungguk merindukan bulan, samar walau mungkin lebih pantas tuk dibilang semu. melihat kelakuan para anggota dewan sekarang wajar pula kita mempertanyakan apakah benar mereka mewakili rakyat? atau hanya melakukan pencitraan atas nama rakyat? kunjungan kerja baru-baru ini yang katanya dimaksudkan untuk studi banding dalam bidang pangan dan pertanian juga hal yang sedikit mengenaskan (kalau tak mau disebut buang-buang duit). kenapa? karena seperti biasa, kunjungan-kunjungan seperti ini tak berujung jelas. apa hasil yang didapatkan selain setumpuk laporan (yang itupun entah bagaimana dan siapa yang mengerjakannya)? kebijakan-kebijakan apa yang bakal diterapkan? atau lagi-lagi cuma sekedar nanti cukup untuk pembahasan dan rancangan. benarkah sebenarnya studi atau cuma sekedar jalan-jalan menghabiskan anggaran yang berembel-embel studi? kita patut mempertanyakan hal ini, selain ketidak jelasan hasil dari studi-studi ini. keadaan pertanian kita sendiri pun masih dalam carut marut, alih-alih berdiskusi langsung dengan para pelaku lapangan, malah mencari jawaban keluar negeri yang jelas-jelas memiliki perbedaan dalam banyak hal dengan negeri sendiri. selain itu, apa kabar petani-petani yang mampu menciptakan varietas benih padi lokal yang hebat (tahan) tapi tak bisa mempatenkannya karena regulasi dan tes-tes yang memakan biaya? masalah lama yang tak bisa terpecahkan padahal bisa jadi merupakan jawaban daripada impor bibit-bibit luar negeri. belum lagi tumpukan masalah kesejahteraan, transportasi, harga yang mencekik para petani itu sendiri. dan itu baru dari satu sektor, belum yang lainnya seperti perdagangan, ekonomi, keamanan dan lain-lain. berapa banyak regulasi-regulasi yang berhasil ditetapkan selama masa jabatan mereka? tak jelas. tak ada patokan minimum yang bila tak tercapai akan mendapatkan "hukuman". tak ada efektivitas ataupun efisiensi dalam pelaksanaan-pelaksanaan apapun dari semua proses tersebut. big cost, big budget. apalagi simpati dan moralitas, sulit sekali menemukan hal itu dari para anggota dewan. sekedar mengingatkan, beragam skandal seks yang ada, beragam skandal korupsi, belum lagi acara mewah-mewahan fasilitas dengan membawa kendaraan premium. tak salah memang karena itu uang mereka (katanya), tapi menggunakan hal tersebut sementara masih banyak rakyat tak mampu yang membutuhkan keseriusan mereka dalam bekerja itu bisa disebut matinya simpati dalam diri. ketidak disiplinan bekerja, untuk sekedar menghadiri rapat pun sulit. pengaturan menggunakan absensi finger print tak mau, entah dengan alasan apa bapak-ibu terhormat ini tak mau diatur tapi juga tak mau untuk datang tepat waktu. itupun dengan catatan, saat rapat mereka masih bebas tidur (dengan alasan capek ini itu), berbincang-bincang atau baca koran, atau malah lihat-lihat tablet pc (dengan catatan, bila jenuh pun bisa ngebokep), plus alih-alih musyawarah mufakat. adanya malah tarik urat leher sampai adu jotos saat rapat. apa yang bisa diharapkan? tak jelas bukan. entah bagaimana kedepannya, apakah angka abstain pemilu meningkat, atau skandal-skandal semakin sering tampak dilayar kaca (walau tak tahu apakah benar dihukum atau tidak nantinya). sulit memang untuk mencari dewan yang benar-benar mewakili rakyat, bukan hanya mencitrakan atas nama rakyat. untuk kepentingan pribadi. untuk membuncitkan perut-perut dan membebalkan nurani. ah kalau benar ramalan-ramalan tahun depan akan dipenuhi dengan bencana, mungkin tempat pertama yang seharusnya kena bencana tersebut ialah gedung dpr di senayan (dan tentunya ini hanya khayalan yang saya doakan).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun