Sebenarnya saya sedang tertarik dengan status-status facebook teman saya yang memiliki satu kesamaan tema tentang kemacetan di ibukota. Yah tak bisa dipungkiri jakarta dengan kemacetannya merupakan rutinitas sehari-hari yang harus dihadapi oleh para penghuninya. Ketidak efisienan waktu, pemborosan bahan bakar, tingginya tingkat kecelakaan adalah dampak yang tidak terelakkan akibat kemacetan. Mari kita sedikit membahas akan kemungkinan-kemungkinan opsi yang bisa dijadikan solusi dari masalah kemacetan ini. Ada beberapa opsi menarik sebenarnya yang bisa dilakukan oleh pemerintah DKI. Salah satunya ialah trend “gowes” bersepeda. Meningkatnya pemahaman akan pentingnya berolahraga bagi kalangan kantor yang nyaris tak ada waktu ditambah pula oleh tema ”save our planet” dikalangan lainnya semakin meningkatkan trend “gowes” bersepeda dimana-mana. Komunitas-komunitasnya pun menjamur. Trend yang baik, ramah lingkungan, tentunya sehat plus hemat. Sebenarnya trend ini bisa digunakan pemerintah untuk menggalakkan wacana penggunaan sepeda sebagai alat transportasi pengganti kendaraan bermotor. Lihatlah di Daerah Istimewa Jogjakarta yang menyediakan “space” khusus sehingga banyak masyarakat yang memilih bertahan dengan budaya bersepeda. Lihat pula beberapa universitas terkenal yang mulai mengadopsinya. Terus kenapa Pemerintah DKI tidak bisa mengadopsinya? Memberikan support penuh dengan cara menyediakan sedikit jalur bagi para pesepeda sudah lebih dari cukup untuk menunjang trend bersepeda ini. Sedikit banyak trend ini bisa mengurangi jumlah pemakaian kendaraan bermotor bukan. Selain itu opsi kedua yang bisa diterapkan ialah penataan ulang tingkat keamanan dan kenyamanan angkutan kota. Tak bisa dipungkiri masyarakat sekarang lebih memilih kredit motor daripada berdesak-desakan di angkutan kota. Tapi kalau ditanya kenapa jawabannya? Rata-rata mengeluhkan kenyamanannya dan keamanannya. Kasus pemalakan, copet, kendaraan reot adalah alasan utama kenapa masyarakat beralih kepada opsi membeli kendaraan roda dua sehingga menyebabkan pembengkakan jumlah kendaraan di ibukota. Dalam masalah angkutan kota ini diperlukan ketegasan dan keseriusan lebih dari pemerintah untuk menyikapinya. Busway sebagai salah satu cetusan alat transportasi yang aman dan nyaman sudah berjalan dengan baik, tinggal melakukan pembenahan dibeberapa sisi. Perketat keamanannya sehingga tidak terjadi kasus pelecehan lagi, bisa juga dengan mempertinggi pembatas jalur busway sehingga tidak ada “slonong boy” dari pengemudi kendaraan lainnya. Murah, aman dan nyaman adalah persyaratan utama supaya masyarakat lebih memilih menggunakan transportasi umum daripada kendaraan pribadinya yang lagi-lagi berdampak pengurangan kemacetan dan penghematan konsumsi bahan bakar negara. Apabila ini dilaksanakan maka tingkat kemacetan akan berkurang dan jumlah pertumbuhan kendaraan bisa ditekan, Opsi ketiga yang bisa dijalankan ialah dengan membangkitkan lagi trend light and compact vehicle. Masih ingatkah kita semua dengan city car? Ingat karimun estillo? Daihatsu ceria? City car adalah pengertian untuk kendaraan roda empat dengan desain slim bertenaga 1000 cc. Kita tahu kalau ibukota memiliki tipikal jalanan padat nan sempit. Tak cocok dengan kendaraan berbodi bongsor (yang otomatis memakan tempat lebih) dan kendaraan bertenaga besar (percuma, kemacetan dimana-mana. Malah hanya akan menghabiskan bahan bakar saja). Konsep City car merupakan jawaban yang tepat untuk ibukota jakarta. Dalam hal City Car ini Pemerintah DKI selaku pemegang kekuasaan bisa membuat kebijakan sederhana untuk menjadikannya sebagai kendaraan dinas instansi pemerintah ataupun instansi swasta. Yah ada beratus-ratus kantor di ibukota, lembaga, dinas, firma atau kantor-kantor lainnya. Cobalah anda perhatikan kendaraan dinas yang diberikan untuk karyawan-karyawannya, semuanya memilih kendaraan dinas yang minimal ber-cc 2000an keatas dan berbodi besar-besar. Padahal itu semua buat apa? Mubazir bukan. Apakah ini perkara gengsi kantor yang malu memberikan kendaraan kecil kepada karyawannya? Inilah “celah” yang seharusnya bisa digunakan dalam rangka menekan kemacetan ibukota dan menghemat konsumsi bahan bakar negara. Yah ketiga opsi ini bagi saya adalah pilihan rasional yang menjawab akar masalah dari kenyataan lapangan yang ada. Plus ketiga opsi ini akan mampu berimbas kuat apabila dikolaborasikan dan dilaksanakan dengan apik oleh pemerintah DKI Jakarta. Menghemat konsumsi bahan bakar negara dan mencegah prediksi kemacetan total dijakarta di tahun 2014 nantinya. Maukah pemerintah DKI menjalankannya? Ah bagian itu lain lagi perkaranya :) Salam, Median p.s:saya masukkan ke rubrik lifestyle saja dengan pengharapan smoga beneran bisa menjadi "lifestyle" nantinya..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H