Mohon tunggu...
Redaksi
Redaksi Mohon Tunggu... Editor - Kompasiana
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menghadirkan berita terkini dan terpercaya dengan integritas, mengutamakan fakta, beragam perspektif, dan teknologi digital untuk informasi yang akurat dan seimbang.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

SPSK dan Risiko Eksploitasi PMI - Perspektif Suara Perempuan Nusantara

6 Juni 2024   16:07 Diperbarui: 6 Juni 2024   16:55 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penerapan Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK) yang tengah disusun dalam Memorandum of Understanding (MoU) antara pemerintah Indonesia dan Arab Saudi menuai kritik dari berbagai pihak, salah satunya dari Suara Perempuan Nusantara. Organisasi ini mengkhawatirkan bahwa kebijakan tersebut dapat memperbesar ketergantungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) pada syarikah atau perusahaan penyalur, yang berpotensi menimbulkan berbagai masalah serius.

Apa Itu SPSK?

SPSK adalah sistem yang mengharuskan penempatan PMI ke Arab Saudi melalui perusahaan pihak ketiga berbadan hukum, atau syarikah. Sistem ini diharapkan dapat mencegah penempatan yang tidak prosedural dan meningkatkan perlindungan terhadap PMI. Namun, SPN mengkritisi beberapa aspek dari kebijakan ini yang dianggap dapat merugikan pekerja migran.

Risiko Ketergantungan pada Syarikah

Suara Perempuan Nusantara menyoroti bahwa ketergantungan pada syarikah berisiko tinggi terhadap eksploitasi dan penyalahgunaan. Syarikah memiliki kendali penuh atas proses penempatan, mulai dari administrasi hingga kesejahteraan PMI di negara tujuan. Tanpa pengawasan ketat, perusahaan ini bisa saja memanfaatkan posisi mereka untuk keuntungan pribadi, misalnya dengan memotong gaji PMI atau mengenakan biaya tinggi.

Lebih lanjut, dalam berbagai laporan, termasuk dari Human Rights Watch, disebutkan bahwa pekerja migran di Arab Saudi sering menghadapi berbagai bentuk penyalahgunaan, seperti kekerasan fisik, mental, dan penahanan dokumen penting seperti paspor. Situasi ini bisa semakin buruk jika syarikah tidak bertanggung jawab atau mengabaikan kesejahteraan PMI.

Kurangnya Pengawasan dan Akuntabilitas

Salah satu kritik utama Suara Perempuan Nusantara adalah kurangnya mekanisme pengawasan dan akuntabilitas terhadap syarikah. Meski integrasi teknologi melalui aplikasi MUSANED dan Siap Kerja diharapkan dapat membantu, pengawasan yang efektif tetap sangat diperlukan. Tanpa itu, risiko pelanggaran hak-hak pekerja akan tetap tinggi.

Suara Perempuan Nusantara menekankan pentingnya adanya mekanisme pengaduan yang mudah diakses oleh PMI. Selain itu, perlu ada kerjasama yang lebih erat antara pemerintah Indonesia dan otoritas Arab Saudi untuk menindak tegas pelanggaran yang dilakukan oleh syarikah. Langkah ini akan membantu menekan potensi penyalahgunaan dan memastikan perusahaan tersebut bertanggung jawab terhadap PMI yang mereka tempatkan.

Beban Biaya bagi PMI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun