Kunamai dusunku dengan negeri bawah bukit. Ya bawah bukit. Karena memang terletak dibawah bukit, dan dikelilingi oleh bukit yang masih hijau. Jika diliahat dari ketinggian. Maka dusunku tak ubahnya danau raksasa. Tak ada banjir, karena air langsung masuk ke ratusan kali dan anak-anak sungai yang selanjutnya akan terus mengalir sampai jauh sampai kesungai-sungai besar di ibukota Kabupaten.
Bencana alam yang sering ada ditempatku adalah tanah longsor, karena keadaan tanah yang berbukit-bukit. Tapi longsoran tanah tak akan mengenai rumah penduduk, karena Nenek moyang dusunku membangun rumah tidak dibawah perbukitan, rata-rata ditanah lapang yang tidak mungkin tertimpa longsor. Namun seiring bertambahnya jumlah penduduk, kini mulai ada satu dua rumah yang dengan terpaksa mulai berani membagun didaerah yang rawan longsor.
Pertanian dan perkebunan merupakan mata pencaharian utama penduduk dusunku. Kopi adalah tanaman utama untuk perkebunan, dan padi pada sektor pertanian,namun sepuluh tahun terakhir sudah banyak petani kopi yang berani memulai menanam sayur mayur dan hasilnya sudah di “ekspor” ke Ibukota provinsi.
Ketika pulang dan ditugaskan ke dusunku sendiri sepuluh tahun lalu, penduduk kampungku terheran-heran kala aku membeli semobil pupuk kandang dari ibukota kabupaten untuk menanam cabe. Mereka terheran-heran untuk apa pupuk kandang sebanyak itu? Namun setelah enam bulan dan cabe yang kutanam mulai panen dan harganya saat itu juga agak “pedas” walau tak sepedas saat ini, maka sebagian ada yang mulai bertanya dan mencontoh untuk menanam hingga saat ini. Hampir segala jenis sayuran saat ini sudah ada. Terakhir kulihat sudah ada juga yang bertanam stowbery, dan pernah kubaca juga sepotong tulisan Agrowisata.
Petani padi dusunku masih tetap seperti petani warisan nenek moyang dusunku entah sudah berapa ratus tahun lalu. Dengan pola sama. Panen setahun sekali. Antara September-Oktober menyemai benih, Januari-Februari menanam, Juli-Agustus Panen. Setelah panen hingga digarap kembali sawah menganggur, maka petani beralih ke kopi, yang panennya juga antara bulan Mei- Agustus. Karena rata-rata penduduk dusunku selain mempunyai sawah juga mempunyai kebun kopi.
Tahun 2008 pernah ada semacam pengenalan dan ujicoba jenis padi yang dapat dipanen per empat bulan seperti di daerah-daerah lain di Indonesia. Tak urung PresidenSBY kala itu digadang-gadang akan hadir, maka secepat kilat pemerintah kabupaten mendatangkan alat berat untuk meratakan sebuah bukit kecil menjadi lapangan buat helikopter SBY mendarat. Dibuatlah kolam-kolam ikan dadakan, yang disemai bukan bibit, tapi induk yang siap panen. Tak lupa juga kandang-kandang itik dibangun dan di isi itik-itik apkir yang sudah renta. Semuanya dikerjakan oleh orang-orang dari kabupaten, hampir siang malam layaknya sinetron kejar tayang. Penduduk kampungku jadi penonton saja. yang sawahnya dijadikan uji coba dapat jatah kolam ikan plus ikannya, yang kebetulan didirikan kandang itik dapat kandang plus itiknya, karena setelah acara selesai tak ada lagi yang peduli.
Namun sayang dibalik sayang, SBY tak jadi datang, penduduk kampungku tak jadi melihat capung raksasa hinggap dilapangan yang disediakan. Diganti oleh menteri pertanian Anton A. Lalu bagaimana hasil ujicoba? penanamanan pertama masih disupport oleh dinas pertanian dan dibimbing oleh PPL, pupuk disediakan, bibit diberi. Penanaman pertama berhasil, penanaman kedua semi berhasil, penanaman ketiga gagal. Penanaman keempat kembali ke pola lama. Program pemerintah Gagal Total. Tanpa diketahui secara pasti apa penyebabnya.
Itulah dusunku, terletak diujung Sumatera Selatan, delapan jam perjalanan darat dari Palembang sebagai ibukota provinsi. Umumnya warga Palembang mengenal daerahku karena citarasa kopinya. Jika ingin berkunjung, dari Palembang, ada travel langsung ke dusunku, atau naik travel dari Palembangke ibukota kabupaten dahulu, Muara Enim. dari Ibukota Kabupaten tiga atau empat jam lagi perjalanan darat menanjak hingga sampai ke satu daerah yang bernama Semende. Itulah nama wilayah dusunku.
Salam Negeri Bawah Bukit.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H