Mohon tunggu...
Ahmad Ch Ch
Ahmad Ch Ch Mohon Tunggu... lainnya -

Pendidik yang selalu Bangga jadi Petani..

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Delematis, Antara Mendidik dan Melanggar Ham

23 Mei 2016   11:55 Diperbarui: 23 Mei 2016   12:23 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhir-akhir ini dunia pendidikan kembali menjadi trending topik. Terbaru yang menjadi trending topik bukan lagi masalah Ujian Nasional, karena tahun ini pelaksanaan ujian nasional tidak seheboh tahun belakang, tidak lagi masalah siswa yang mengaku anak polisi ketika kena tilang, tetapi karena ada seorang guru yang dipenjara gegara menjewer anaknya pak polisi.

Idealnya seorang pendidik memang tidak boleh menjewer, mencubit, menampar apalagi sampai mencederai peserta didiknya. Seorang pendidik harus sedapat mungkin mendidik dengan segenap kemampuan yang dimiliki, termasuk harus mengendalikan diri dan emosi setingkat kesabaran para dewa. Tapi realita dilapangan tidaklah selalu berjalan seperti yang diharapkan. Ada ratusan siswa yang dihadapi, tentu saja ada ratusan sifat, kelakuan dan karakter yang harus dihadapi. Sebagian peserta didik ada yang mudah untuk diatur, penurut dan cukup dengan ucapan, namun sebagian lagi harus dihadapi dengan kesabaran tingkat para nabi. Karena pendidik adalah manusia biasa yang tidak semuanya memiliki kesabaran ekstra, maka disanalah terkadang jeweran, tamparan dan cubitan tidak bisa dihindarkan.

Ketika era HAM berlaku, maka tugas seorang pendidik menjadi delematis, dan membuat sebagian pendidik menjadi cuek, yang penting mengajar, urusan anak mau paham terserah, mau berbuat sesuka siswa terserah, karena jika harus memarahi apalagi sampai menjewer, menampar, HAM telah menunggu, dan jika sudah berurusan dengan HAM maka urusannya akan ruwet. Banyak sekali pasal-pasal pelanggaran, dan akhirnya seorang pendidik mengambil jalan aman.

Sekolah merupakan rumah kedua setelah keluarga. Selain wadah bagi pengembangan ilmu pengetahuan, peran sekolahlah yang akan membentuk sikap, karakter, prilaku dan kepribadian seorang anak. Sekolah juga yang akan membentuk jiwa sosial seorang anak yang tidak sepenuhnya mereka dapatkan pada lingkungan keluarga. Dalam pembentukan sikap, karakter dan prilaku tersebutlah kadangkala rasa marah terhadap peserta didik tak terhindarkan.

Peran guru adalah sebagai pendidik, bukan hanya pengajar, mendidik berbeda dengan mengajar, mendidik adalah memanfaatkan segala potensi yang ada pada guru untuk selanjutnya diberikan kepada peserta didik, meliputi mendidik sikap, prilaku dan tingkah laku semuanya harus diberikan secara integral, berbeda halnya dengan mengajar yang hanya mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa.

Dengan adanya HAM sekarang peran pungsi guru sebagai pendidik menyurut, tinggal peran mengajar yang ada. Sampaikan mata pelajaran yang diajarkan, urusan lain abaikan saja, peserta didik mau tidur, mau mengerti atau tidak yang penting mata ajar sudah disampaikan.titik. Karena jika peserta didik ditegur apalagi sampai dijewer maka HAM menunggu. Polisi siap usut kasus ini masuk dalam melanggar hukum berat, lebih berat dari perambah hutan, pembakar lahan yang timbulkan asap, kuroptor, atau bahkan bandar narkoba, maka para pegiat HAM akan bersuara lantang, komnas anak, pokoknya

Tugas sebagai pendidik sejatinya adalah tugas yang mulia. Tujuannya jelas ingin mencerdaskan kehidupan anak bangsa. Cerdas fikir dan cerdas akhlak. Dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik segenap upaya dikerahkan oleh guru agar anak yang dididik menjadi benar-benar terdidik. Namun tak diingkari bahwa guru juga manusia biasa yang juga dihinggapi rasa kesal dalam usaha mendidik tersebut. Rasa kesal tersebut kadangkala keluar manakala peserta didik yang dididik tidak mengikuti aturan yang ditetapkan sekolah, pemalas, peminggat, jika sudah dinasehati belum juga ada perubahan maka cubitan jeweran kadangkala tidak tertahankan, apalagi jika sedang dinasehati siswa tersebut menunjukkan rasa menantang, disini terkadang juga tersulut emosinya. Lagi-lagi HAM.

Sebelum mengakhiri tulisan ini, saya tiba-tiba teringat masa-masa SD beberapa tahun silam, suatu saat karena kesalahan, saya dihukum oleh guru saya. Saya pulang sambil menagis dan mengadu kepada Bapak untuk mendapatkan pembelaan, tapi apa yang didapat? Tambahan jeweran yang saya dapatkan. Besok saya suruh tambah hukuman kepada gurumu itu kata Bapak. Maka sejak saat itu saya tidak berani bicara jika kena hukuman, karena toh seorang guru tak akan pernah menghukum jika seorang peserta didik tak membuat kesalahan.

Salam dari Negeri Bawah Bukit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun