Semangat menulis yang menggebu-gebu diawal bergabung di Kompasiana melayang bersama berbagai alasan yang kadang dicari, atau menjadikan kesibukan sebagai kambing hitam kemalasan. Sejak menjadi Kompasianer selama dua tahun lebih, baru lima puluh tulisan yang tertayang. Jika di rerata maka hasilnya tentu saja menjadi hasil yang mengecweakan.
Namun ada satu hal yang tidak tertinggal dari Kompasiana. Membuka kanalnya. Membaca puluhan tulisan yang tertayang menghiasi layar smartphone yang terbatas atau melihat lebih leluasa melalui layar laptop. Ini yang tidak bisa dilupakan, lupakan sejenak untuk menulis, bercintalah dengan berbagai menu tulisan yang terhidang. Karena hidangannya lengkap. Tinggal mau ambil menu apa. Inilah salah satu kelebihan Kompasiana dibanding kanal-kanal berita lain. Ada semacam kedekatan emosional dengan penulis-penulisnya. Ini karena di Kompasiana kita orang bersodara.
Apa moment terbaik di Kompasiana? Jawabnya sederhana. Pertama, dapat memposting tulisan untuk pertama kali, rasanya sesuatu banget. Dibuka terus dan terus..sudah adakah yang baca, yang mengomentari, yang memotivasi? Maka saya masih ingat yang mengomentari tulisan saya yang pertama adalah mbak Ariyani Na, dan tulisan itu dibaca oleh 61 orang.
Selanjutnya adalah ketika saya berkesempatan untuk menghadiri Kompasianival 2015, walau jalannya panjang dan berliku juga dengan biaya yang tidak sedikit bagi saya tentunya. Namun kesemuanya dapat terpuaskan karena saya dapat bertemu langsung dengan para kompasianer dari berbagai pelosok negeri, dengan Pipih Nugraha, Om Tjiptadinata dan Oma, Om Wijayakusuma, dan banyak lagi yang lain.
Salam dari negeri Bawah Bukit.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H