Seribu Harap Padamu
20 Oktober 2014. Walau mungkin saja tak tercatat dalam buku- buku sejarah yangakanditerbitkan sebagai buku pelajaran sejarah sebagai pelajaran wajib di sekolah, tetap saja hari ini adalah hari bersejarah bagi dua sosok orang nomor satu dan nomor dua di Indonesia. Tentu saja urutan nomor satu dan dua merujuk pada presiden dan wakilnya, lha kalau diurut-urutkan, saya, anda dan semua yang membaca tulisan ini termasuk urutan yang keberapa dalam Republik ini ya??
Senin 20 Oktober 2014, Ir. Joko Widodo dan Jusuf Kalla dilantik dan resmi menjadi Presiden RI ke 7. Ada euforia tersendiri dalam pemilihan presiden kali ini. Ini adalah kali ke tiga Indonesia memilih presiden secara langsung, setelah dua kali sebelumnya dimenangkan oleh SBY dengan dua wakil yang berbeda. Kemunculan sosok Jokowi merupakan fenomena tersendiri. Unik, nyentrik, merakyat, dan fenomena ini menjalar sangat cepat secepat virus flu burung yang dapat mematikan ribuan ayam dalam hitungan jam. Tak terkecuali di kampung saya, masa-masa pemilihan pilpres beberapa bulan lalu juga “cukup” diramaikan oleh fenomena Jokowi. Tanda kutip dalam kata cukup karena Jokowi kalah suara dengan pasangan lainnya. Bagaimanapun saya mempertahankan argumen saya untuk tetap memilih Jokowi masih tetap kalah suara. Di sekolah hanya saya satu-satunya pemilih Jokowi maka saingan saya ada delapan belas orang guru laki-laki, guru perempuannya netral, tapi rasa-rasanya mereka pilih Jokowi juga, itu dibuktikan dengan anggukan-anggukan dan senyuman saat mereka kusuruh terdiam dengan argumenku.
Kini, presiden baru resmi di lantik, seribu harap, seribu angan, dan seluruh rakyat Indonesia mencita-citakan keadaan bangsa akan lebih baik, setelah ada dua pemimpin baru dilantik. Harapan tentu saja ada diawal pemerintahan baru, jika sudah ditengah, maka akan sulit berharap, jika dianalogikan jika ingin menampal prahu bocor maka tampal lah sebelum perahu tersebut diajak berlayar, jika sudah berada ditengah laut dan air sudah mulai masuk, maka sudah terlambat.
Keadaan bangsa lebih baik tentu saja berbeda-beda pengertianya menurut klasifikasi pakar yang memberikan pengertian tentang keadaan lebih baik tersebut. Politikus, ekonom, tokoh pendidikan, artis, aktor dan aktris, penyanyi orgen tunggal, masing-masing punya pendapat sendiri tentang keadaan negara lebih baik. Tapi jika diturunkan dengan bahasa sederhana, atau bahasa kami di kampung-kampung yang jauh dari Jakarta, keadaan bangsa lebih baik itu, harga BBM murah, sembako terjangkau, Elpigi murah, hasil pertaniandijual mahal, tidak dibeli murah oleh pemerintah, pupuk murah, sekolah tanpa SPP, berobat di rumah sakit gratis dan tentu saja mudah, karena cerita orang-orang kampung kami jika berobat ke rumah sakit di kabupaten maka di tanya dulu, pakai Jamkesmas atau mandiri? jika kita katakan pakai Jamkesmas, maka kata petugasnya “tunggu sebentar” ya???? Dan yang lebih penting lagi bagi kami yang berada jauh di pelosok ini jika berurusan dengan kantor-kantor pemerintahan juga mudah, tidak dipersulit, kadang ditinggal “sebentar” katanya, tak jarang mengalir keringat diruang berpendingin menghadapi aparat pemerintah yang wara-wiri dengan seragam berbagai emblem yang tersemat disekujur bajunya. Ah semoga saja di pemerintahan baru iniitu tidak lagi terjadi. Itulah negara yang lebih baik yang ada di benak kami.
Menarik tentu saja menurut saya, pada pelantikan presiden kali ini ada pesta rakyat, lalu presiden terpilih diarak dengan kereta kuda, disambut oleh ribuan orang yang menunggu dikiri kanan jalan yang akan dilaluinya, mereka semua berharap, keadaan negara akan lebih baik, sama sepertiku. Seingatku belum ada perayaan pergantian presiden seperti ini.
Pada akhirnya, menunggu adalah pilihan bijak, benarkah lima tahun ke depan negara ini akan lebih baik? yang biasa korupsi mati rasa, yang biasa kongkalikong dengan para cukong mati kutu, yang biasa menimbun BBM tertimbun, yang biasa membabat hutan benar-benar dibabat? Yang jelas pertunjukan akan segera dimulai, mari bersama menjadi pemeran dalam menyukseskannya.
Salam dari negeri Bawah Bukit
21 Okt 14
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H