Ahmad Ch
Beberapa bulan ini kurasakan aku sangat malas untuk menulis, tapi masih agak rajin membaca, waktu terbuang sia-sia. Ketika membaca kompasiana, atau artikel yang menarik makasemangat menggebu-gebu untuk menulis, tetapi setelah menyelasikan bacaan-bacaan tersebut seiring dengan itu juga semangat menulis hilang, telunjuk seakan berat untuk menekan tombol power pada laptop maupun komputer.
Jika dikilas balik sebelum komputer berjaya diawal-awal kuliah tahun 98 aku hanya menulis di agenda dan di buku-buku biasa, dan aku berfikir seandainya aku punya komputer maka aku akan rajin menulis, praktis tinggal tekan control s saja maka tulisanku sudah tersimpan dengan judul terserah apa mauku. Tidak perlu bolak balik mencari agenda atau buku untuk mencari tulisan yang sudah ditulis. Tapi ketika komputer telah dibeli apa yang terjadi? Sekitar satu bulan sangatakrab dengan tombol power komputer. Pagi sore, siang malam, pokoknya kumputer mesti hidup, baik itu untuk menulis, main game, dengar musik atau membantu orang yang minta dibuatkan surat perjanjian hutang.
Tiga bulan berlalu, bulan-bulan berikutnya tombol power seakan mempelototiku setiap kali aku lewat didepannya, mungkin jika dia mahluk bernyawa maka dia akan bilang “ bang aku kok jarang di pencet, gak kayak kita baru jadian dulu” ah kayak orang pacaran aja. Ya sekarang praktis meghidupakan komputer jika ada pekerjaan yang berurusan dengan sekolah saja.
Zaman berganti komputer diganti dengan laptop yanglebih praktis, bisa dibawa kemana-mana,aku berfikir jika sudah punya laptop maka akan rajin nulis, bisa dimana saja, di sekolah, sambil ngajar, di kamar, di atas kasur, pokonya di manapun ide muncul langsung tulis tak perlu nunggu pulang kerumah “dimana saja dan kapan saja kata iklan produk minuan”maka saya sudah membayangkan banyaknya tulisan yang akan dimuat, dibaca, dikomentari, dikritik dan mungkin dicaci oleh semua pengguna internet diseluruh dunia.
Komputer sudah ku lirik-lirik, “kena lo” pikirku. Bersiap-sipalah dirimu untuk dijadikan tumbal penambah uang untuk beli laptop. Setelah tanya sini-sana ah masih mahal. Kujual komputer ini walau udah pentium 4 “ngetop lho di zamannya” ditambah baju celana kayaknya belum juga dapet nih laptop. Aha jurus andalan di pakai, merayu istri. Ketika dia sedang sibuk mengetik soal untuk ujian murid-muridnya, jurus dasar dulu dimainkan.
”Ehm nulis apa ma”
“Soal” katanya sambil terus mempelototi rumus kecil-kecil yang hanya sepintas lalu kulihat sudah membuatku mumet. Aduh kacau ni, aha alihkan perhatian.
“Ma liburan nanti sekolah papa liburan ke Bandung lho, boleh ajak anak istri kata kepala sekolah” Hening,hanya suara jemari yang beradu dengan tuts keyboard saja yang terdengar. Waduh gimana ni, kok gak ada reaksi. Jeeet tiba-tiba stapol berderit seiring dengan kilapan terakhir dari layar monitor dihadapannya.
“Soaalku....” katanya sambil menjerit
“ada apa ma?” kataku pura-pura terkejut
“ belum di save” katanya.
“Tu kan kalo suami bicara dicuekin”
“papa sih” katanya
“lho kok papa?” inilah saatnya pikirku “enak kalau ada laptop ma ya, mau mati lampu, mau nulis dimana aja bisa.
“Teman-teman mama banyak tu yang pake laptoptapi cuma buat main game aja” katanya.
Nah mulai masuk pikirku
“Kok cuma ngegame sih”
“habis gak ngerti, cuma karena teman beli biar dibilang ngegaya gitu beli juga”
“mending kita ma ya walau gak ada tapi ngerti” Hanya senyum-senyum aja. Jurus pamungkas
“Kita jual aja komputer ma, kita ganti laptop.”
“hah apa? papa mau beli laptop beli aja, tapi awas kalo berani-berani jual komputer” Wah gawat nih.
“kan mubazir ma ada komputer punya laptop juga”
“pokoknya jangan dijual”
“Gini aja ma, gimana kalaupapa beli laptop tapi uangnya punya mama separo, ntar papa gak ganggu-gangu komputer lagi deh, tapi kalo mama pengin pake laptop pake aja, berapa sih harganya kata teman-teman mama” serangan bertubi-tubi kulancarkan.
“tergantung katanya, kayak punya itu sekian itu sekian” Berhasil pikirku.
“Yang enam jutaan aja ma ya”
Kini laptop sudah ditangan, hampir setiap hari kubawa, ke sekolah, ketika ada tugas dari sekolah ke kabupaten, pokoknya lengket, berbagai program saya download, menulispun agak rajin, walaupun katagori rajin itu hanya menghasilkan setengah halaman tulisan seminggu. Lumayankan lebih baik sedikit daripada tidak sama sekali, siapa pula pembuat kata-kata hikmah itu. Dan pada akhirnya nasib laptop itu sama dengan si komputer, kadang mereka bersanding, dan kembali jika keduanya mahluk yang bisa bicara, maka mereka akan bicara “Kasihan jeng kita ya, kayak istri yang disia-siakan, untung ada mbakyu yang masih sering belai-belai kita walau hanya untuk nulis-nulis soal atau baca-baca arsipnya.
Nahsetelah sekian tahun akhirnya kusadarai kembali, bukan baru sadar, bahwa sumber segalanya adalah kemalasan, sebelum ada laptop seminggu ada sekitar dua tiga puisi lahir, cerita pendek yang amat pendek tentang anak bebek yang baru menetas,pokoknya ada-ada saja yang digoreskan di atas kertas, tapi setelah ada komputer mulai menurun, juga stelah ada laptop juga sangat menurun.
Jadi semuanya tidak tergantung fasilitas, tapi kemauan. Masih hangat dalam ingatan ketika awal kuliah tahun 98, komputer masih memakai aplikasi DOS yang harus pakai rumus-rumus, mesin ketik masih agak jaya, setiap kali selesai membaca buku baru pasti langsung jadi resensinya dan langsung dikirim ke koran harian, semuanya bisa, tapi semangat dan kemauan terjaga saat itu. Sekarang ? ayo menulis kembali para penulis yang mulai tertidur..Sadarkan kembali dirimu.
Salam Negeri Bawah Bukit
Salam kenal untuk seluruh Kompasianer
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H