Dua pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Capres-Cawapres) telah mengajukan pendaftaran resmi ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada hari pertama pendaftaran.
Salah satunya adalah pasangan Anies-Imin. Hubungan unik antara mereka menciptakan tanda tanya, karena sulit untuk memahami bagaimana akar rumput Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mendukung seorang Cawapres yang berasal dari Nahdlatul Ulama (NU), dan sebaliknya, bagaimana orang-orang NU memberikan dukungan pada seorang Capres yang merupakan pilihan PKS. Seolah-olah ini adalah hasil dari perpisahan cinta yang membawa keduanya pada pasangan baru yang tak terduga.
Pasangan kedua, Ganjar - Mahfud, tampaknya memiliki koalisi yang jauh lebih stabil. Salah satu dari mereka mewakili kelompok nasionalis, sementara yang lainnya mewakili kelompok Islam. Dua kelompok ini adalah pilar penting dalam Republik ini. Mereka seperti pasangan yang serasi dan kompak dalam keluarga.
Yang menarik adalah kemunculan calon presiden ketiga, Prabowo, atau mungkin bahkan yang keempat, yang sampai saat ini masih belum memiliki kesepakatan koalisi dan masih dalam perdebatan tentang siapa yang akan menjadi Cawapres-nya. Semakin besar koalisi, terutama jika hanya didasarkan pada kepentingan transaksional semata, semakin sulit untuk disatukan.
Salah satu faksi mendukung ET, sementara faksi lainnya menolaknya dengan keras. Calon-calon potensial seperti RK dari Jawa Barat dan KIP dari Jawa Timur, yang memiliki elektabilitas yang kuat, sekarang diabaikan karena dianggap tidak mewakili kepentingan koalisi.
Situasi yang paling sulit adalah bagi AHY, yang sangat ingin menjadi Cawapres, namun namanya bahkan tidak dibahas dalam konteks ini. Sementara itu, pemimpin partai tanpa kursi justru lebih awal membuat SKCK.
Ketidakpastian semakin kompleks ketika seorang kandidat muda dari PDI Perjuangan, yang masih sangat muda dan belum memiliki kualifikasi yang memadai, memaksakan diri untuk ikut serta, bahkan dengan wacana untuk "di-kuningkan" melalui Aliansi Mahasiswa Pemuda Indonesia (AMPI). Namun, banyak penolakan datang dari berbagai arah, dan landasan hukumnya pun tampaknya rapuh. Akhirnya, opsi yang paling masuk akal adalah menunggu kepulangan pak Lurah.
Dari sini terlihat bahwa koalisi besar ini tidak solid, dan ini bisa menciptakan perselisihan dan bahkan hambatan dalam pertempuran di arena politik, terutama dalam konteks Pilpres yang berbarengan dengan Pileg. Kemungkinan munculnya poros alternatif yang mampu memenuhi hasrat-hasrat yang terpendam semakin besar.
Melihat dinamika politik pekan ini, tampaknya mudah ditebak siapa yang mungkin akan memenangkan pertarungan ini. Ganjar-Mahfud adalah pasangan yang mungkin menjadi jawaban, kecuali jika Prabowo memilih skema dengan tiga atau empat Cawapres.
Satu Cawapres saja sudah cukup membuat banyak perdebatan, bagaimana mungkin jika lebih dari satu Cawapres? Tidak ada yang bisa dipastikan. Mari kita serahkan pada sang paman yang akan mengatur semuanya.