Mohon tunggu...
Khoirul Amin
Khoirul Amin Mohon Tunggu... Jurnalis - www.inspirasicendekia.com adalah portal web yang dimiliki blogger.

coffeestory, berliterasi karena suka ngopi.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menangkap Angin Surga Ekonomi Inklusif bagi Perempuan dan Difabel

1 Agustus 2022   00:15 Diperbarui: 1 Agustus 2022   00:22 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sulikah mengaku, memulai usaha bonekanya dari coba-coba. Kala itu, ia hanya meniatkan usahanya dari modal awal sejumlah Rp 400 ribu.

"Semua berawal dari otodidak. Duit yang digunakan modal pertamanya merupakan uang belanjaan dapur yang disisihkan dari suami," kenangnya, seperti pernah dituturkan pada penulis.

Klinik Boneka awalnya dijalankan sendirian di rumah kontrakan, selanjutnya bisa terus berkembang rumah produksi dibuat juga di Kepanjen hingga saat ini. Sulikah juga mengajak dua saudara kandungnya untuk mengelola usaha ini, dan punya sedikitnya 2 karyawan lain.

Akan tetapi, selama pandemi dua tahun terakhir, usaha yang dijalani para perempuan ini sedikit mengalami kontraksi. Salah satunya, kesulitan mendapatkan bahan kain impor yang sebagian didatangkan dari luar negeri.

Selain fakta data tersebut, kesejahteraan ekonomi juga menjadi harapan besar kaum difabel. Jefri Pratama (23), pemuda asal Kalipare Kabupaten Malang misalnya, punya keinginan menjalankan usaha sendiri dalam keterbatasannya menyandang tuna daksa.

Selama ini, Jefri Pratama biasa ikut mengamen bersama sejumlah temannya. Ia mangaku menjalani kerja mengamen di pasar hampir dua tahun terakhir. Penghasilan yang didapatkannya dalam sehari rata-rata bisa Rp 60 ribu sampai Rp 80 ribu. Sejak pagi, dan berlanjut sore atau bahkan malam.

Dalam keterbatasan fisiknya, Jefri bisa dibilang pekerja keras. Mengamen baginya bukan asal dijalani, namun sudah menjadi penghasilan yang sangat dibutuhkan dalam kehidupannya. Terlebih, ia harus menghidupi keluarga kecilnya, dengan seorang anak balita bersama isterinya.

Karuan saja, dalam kondisi cacat fisik permanen kehilangan satu kaki dan harus dibantu alat penyangga kaki untuk berjalan, ia tetap memaksakan pulang setiap hari.

Jarak rumahnya di Kalipare dengan Kepanjen sekitar 35 kilometer, dan harus ditempuhnya untuk mencari penghidupannya dari mengamen. Ia mengaku, tidak ada pilihan lain saat ini untuk bisa bekerja menghidupi keluarganya.

Menurut Jefri, bisa menjalankan usaha ringan di rumah lebih diinginkannya. Akan tetapi, tidak cukup kemampuan lain yang bisa diandalkan darinya, dan ia merasa tidak ada dukungan lain yang bisa mewujudkan keinginannya tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun