Sebagai pengusaha, ia tidak terlalu mempermasalahkan perbedaan harga cukup tinggi ini. Ia memang juga diuntungkan dengan promosi di rak toko produk IKM ini. Akan tetapi, yang dikeluhkannya adalah jika produknya tidak cepat laku, terlebih karena harga jual yang terlalu mahal tersebut.
Pengusaha kecil seperti Heri Nurdi dan isterinya, memang harus pandai-pandai memperkecil limit ongkos untuk pemasaran dan penjualan produknya. Karena itu, produksinya hanya menyesuaikan permintaan dan kondisi penjualan. Pengiriman dan distribusinya pun dilakukan sendiri, mengandalkan motor bebek buntut miliknya.
"Ya, hanya saya antarkan sendiri sekuatnya. Kapasitas muatan menyesuaikan motor saya," kata Heri Nurdi, Senin (31/1/2022) sore.
Keinginan untuk lebih meningkatkan omset penjualan, sempat dipikirkan Heri dan istrinya. Ia mengaku sempat memasarkan keripik tempenya di lapak online (marketplace). Akan tetapi, tidak berlangsung lama dan kurang diseriusi. Kesulitan dialaminya, jika harus melayani pesanan online dengan jumlah pesanan sedikit dan harus dikirim ke konsumen yang jauh tempatnya.
Agar penjualan lebih banyak dan lebih meluas, Heri juga pernah ditawari penjual keliling (sales). Akan tetapi, ia akhirnya urung melayani sales dengan iming-iming bisa mengambil dan menjualkan tiap hari produknya. Terlebih, jika produk keripiknya harus dikeluarkan tanpa ada uang muka atau pembelian tunai dari sales terlebih dahulu.
"Agak berat, kalau penjualan produk kami harus dibagi dengan sales. Bisa lebih tersebar memang, tetapi resikonya juga lebih tinggi," tandas Heri.
Keputusan ini bukan tanpa alasan, mengingat modal usaha Heri Nurdi relatif kecil. Untuk bahan produksi saja modalnya pas-pasan, tentu ia tidak ingin terbebani lagi biaya tambahan seperti untuk promosi dan ongkos pengiriman. Sementara, limit keuntungan dari produknya laku cukup kecil.
Di era serba digital kini, maka pemesanan dan penjualan produk UKM pun kini sudah banyak yang dilakukan secara online. Produk-produk UKM Â bisa dibeli langsung di toko ritel, atau melalui lapak online jika produk mereka tergabung dalam berbagai marketplace. Belanja online ini, yang mau tidak mau menyertakan pilihan sistem layanan antar dan jasa pengirimannya.
Sementara, pelaku dan tempat produksi produk UMKM/IKM kebanyakan juga terdapat di wilayah pinggiran perkotaan. Kebanyakan pula, tempat produksinya terbatas (rumahan), dan tidak punya tempat lain untuk menjual produk hasil produksinya. Dalam kondisi ini, meskipun produk mereka biasanya dikenal lebih murah, akan tetapi tidak serta merta mudah didapatkan.
Persoalan di atas nyata-nyata menunjukkan ketidakberdayaan pelaku usaha kecil rumahan, seperti halnya yang dialami Heri dan isterinya. Karuan saja, pelaku UMKM dihadapkan pada kendala dan tantangan berat, selain ketidakcukupan modal usahanya. Yakni, terjepit persaingan harga jual dan layanan antar untuk penjualan produknya.