SATU desa kecil di kawasan jalur pesisir pantai utara (pantura) di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, punya banyak keistimewaan. Namanya, desa Sedayulawas di kecamatan Brondong.
Desa ini menyimpan banyak cerita inspiratif dari ketokohan kharismatik warganya dari jaman ke jaman. Cerita inspiratif ini tak sebatas muncul di kampung sendiri, melainkan juga kaya tentang pengalaman dunia luar hingga seantero negeri ini.
Berbagai kisah inspiratif ini yang coba dikemas dalam literatur buku, yang ditulis sebagian tokoh piantun desa setempat. Diantaranya, dua buku berjudul 'Para Inspirator Desa Sedayulawas' dan 'Kearifan Lokal Desa Sedayulawas.'
'Piantun' sendiri merupakan sebutan khas wong ndeso yang lahir di desa Sedayulawas ini. Akan tetapi, piantun bukan sekadar sebutan jamak warga desa yang bermukim di wilayah seluas kurang lebih 342,4 hektar ini.
Berangkat dari kehidupan kampung di desa, kini sudah banyak nama tokoh besar dan kharismatik, dengan pengalaman hidup masing-masing. Tentunya, bukan sekadar cerita perjalanan hidup mereka, melainkan pula tentang bagaimana kesuksesan bisa diraih dari perjuangannya selama ini.
Jika ditelusur, para piantun Sedayulawas punya banyak keistimewaan. Keistimewaan ini yang banyak menjadikan nama dan pribadi orang Sedayulawas ini mendapatkan tempat dimana mereka berada. Piantun Sedayulawas punya warna, dan ketokohannya begitu kentara dalam kehidupan sosial dan keprofesiannya.
Jika tidak salah, Sedayulawas termasuk desa kurang maju hingga awal 1980-an. Sekitar tahun 1985, desa ini baru dialiri listrik oleh PLN. Sebelumnya, penerangan satu desa ini hanya mengandalkan listrik dari tenaga biodiesel. Saat malam hari, penerangan hanya dibatasi dan harus dipadamkan setiap pukul 10 - 11 malam.
Meski begitu, bukan berarti masyarakatnya terbelakang atau jauh tertinggal dari peradaban dan pendidikan. Pendidikan berbasis agama di Sedayulawas begitu kental, dan sebagian lulusannya memilih melanjutkan pendidikan keluar daerah. Era 1950 sampai 1980an, cukup banyak juga putra Sedayulawas lawas yang memilih pendidikan di pesantren.
Setidaknya, sejumlah nama tokoh besar terlahir atau dibesarkan dari kehidupan sosial di desa Sedayulawas. Sebut saja, (alm) KH Tolhah Hasan, pernah menjabat Menteri Agama era Presiden Abdurrahman Wahid, juga (alm) KH Muammal Hamidy, LC, pernah berhidmat di PP Muhammadiyah dan kono pernah menjadi anggota DPR RI. Ada juga, KH. Imron Abdul Manan, yang pernah menjadi Hakim Pengadilan Tinggi Agama, Lekol Abdulah Ma'ruf, dan KH. Ali Hamdi, pengasuh pondok pesantren Kertosono.
(alm.) Muammal Hamidy misalnya, bisa dikatakan sebagai generasi awal putra Sedayulawas yang berpendidikan tinggi, dan berkarir bagus. Ia merupakan salah satu dari delapan pelajar yang mendapat beasiswa kuliah di Al-Jami'ah Al-Islamiyah Al-Madinah Al-Munawarah (Islamic University Madinah). Tahun 1972, ia dinyatakan lulus dan kembali berkesempatan melanjutkan studi ke Mesir.