SEJARAH emansipasi perempuan di Indonesia terlahir bersamaan dengan perjuangan sosok Raden Ajeng Kartini. Perjuangan yang juga bermula dari pergolakan batin seorang Kartini muda yang tidak nyaman dengan situasi budaya paternalistik bangsawan keraton, namun kurang menguntungkan perempuan kala itu.
RA Kartini yang masih belia kala itu, harus dihadapkan pada keputusan ayahanda dijodohkan dengan seorang Adipati Rembang.Â
RA Kartini muda yang punya pendidikan bagus, dan banyak bergaul dengan anak muda Belanda teman sekolahnya, punya pemikiran dan pilihan tersendiri. Melalui surat-surat yang ditulisnya, Kartini mencoba 'melawan' takdir harus menikah muda, karena memilih mengejar cita-citanya.
Jaman terus berubah mengiringi usia Kemerdekaan Indonesia hingga hampir seabad ini. Akan tetapi, masih ada kultur yang tetap mengakar kuat dan menjadi fenomena sosial terkait primordialisme terhadap kaum perempuan. Di beberapa daerah di Indonesia, primordialisme ini yang akhirnya memunculkan banyak kasus nikah muda.
Persepsi bahkan kultur yang menempatkan perempuan cukup di rumah dan menjadi pendamping hidup pasangannya, masih ada di masyarakat kita.Â
Di dalam situasi kultural ini, perempuan seperti tersandera, yang akhirnya berujung kepasrahan. Ketika dalam posisi dan kondisi yang lemah, ini bahkan menjadikan mereka tidak punya pilihan dan cita-cita lain selain menikah meski masih belum cukup umur.
Perkawinan sejatinya bukan sekadar ikatan resmi pasangan yang menikah untuk bisa membangun rumah tangga.Â
Dalam kehidupan masyarakat, perkawinan menjadi status sosial baru yang berbeda, meskipun usia pasangan masih sangat muda. Keluarga dan rumah tangga, adalah entitas sosial yang akhirnya tidak lagi berdiri sendiri, dan tentunya lebih kompleks untuk dijalani.
Siap tidak siap, berkeluarga tentu membutuhkan kemandirian, kedewasaan, kematangan berpikir, toleransi, pengertian, serta empati. Semua hal itu saling bersambut dalam hubungan take and give, atau menyesuaikan dengan keseharian dan lingkungan yang ada di sekitar.Â
Kasus adanya keretakan rumah tangga akibat ketidaksiapan berkeluarga kerap terjadi. Berbagai masalah yang harus dihadapi pasangan dalam keluarga, akhirnya bisa memicu ketidakharmonisan tersebut. Masalah lainnya, bisa karena latar belakang pendidikan yang rendah atau perekonomian yang kurang kuat.
Bagi pasangan perempuan, tidak semata siap secara mental namun harus juga harus dipastikan kesehatan reproduksinya. Jika terlalu diabaikan, maka ini akan mengancam perempuan muda yang nantinya menjadi calon ibu.Â