"Ibuu..... Ngantuk," kata si kecil Arum Trikayana (8), sembari menghampiri kamar bunda Diah, suatu ketika saat menjelang larut malam.
Sembari menyahuti, bunda memintanya segera ke kamar kecil terlebih dahulu. Gandes pun mengerti apa yang harus dilakukannya. Ia pun tak lupa menggosok giginya.Â
"Sudah, buk," katanya sambil nyelonong begitu saja, naik ke tempat tidur.
Setelahnya, dengan cerita dan 'pelajaran' baik seperlunya, si kecil Arum segera terlelap. Tak lupa doa sebelum tidur tentunya. Kebiasaan ini terjadi hampir setiap malam. Sekalipun ketika si kecil Arum tidur menginap di kerabat nenek yang tinggal di lain desa. Yang dibiasakan bunda di rumah, tetap diingat dan dilakukannya.Â
Kebiasaan menggosok gigi dan membersihkan diri sebelum tidur ini memang menjadi pelajaran sejak kecil, yang tentunya pertama kali didapatkannya dari bunda Diah.
Keesokan harinya, seisi rumah juga tak sepi dari apapun yang dilakukan bunda Diah. Suaranya terdengar ada di hampir semua sudut rumah kami. Terdengar lembut, meski tak jarang juga terdengar keras melantang. Ini mungkin dilakukan sebagai penegasan, manakala didapati hal yang memang tidak lazim didapatinya. Atau, ada hal yang diharapnya bisa dikerjakan anak-anak segera dan tak bisa ditunda lagi.Â
Apa saja yang biasanya bisa diajarkan bunda Diah pada anak-anak? Tentunya banyak sekali, dan ini bisa dlakukannya jauh melebihi yang bisa saya perbuat sebagai ayah dari tiga anak kami. Singkatnya, bunda Diah bak episentrum seisi rumah, dan kerap menjadi jujugan pertama hubungan komunikatif apapun bagi anak-anak kami.
Tak Sekadar Membiasakan, Bunda pun harus Bisa Mengambil HatiÂ
Anak-anak butuh perhatian memang iya. Namun, semua anak ingin selalu diperhatikan setiap waktu, jawabnya belum tentu seperti itu. Ini bisa saja terjadi pada anak yang memang tidak manja. Terlebih pada anak-anak kini yang sudah punya pilihan keasyikan sendiri, daripada  keberadaan orang tua. Apa yang bisa diajarkan pada anak-anak seperti ini? Pelajaran apa yang sekiranya bisa diambil anak dari orang tua dengan sukarela, saat mereka sebenarnya tidak memerlukannya?
Nah, di sini sangat pentingnya bahasa ibu dan cara orang tua agar bisa diterima anak dengan senang hati. Bahasa dan komunikasi mengajari, namun tidak tersadari buah hati kita. Kuncinya, orang tua harus mengenali kondisi dan emosi anak seketika itu, dan sewaktu-waktu karena bisa terjadi perubahan yang terduga pada mereka.Â
Pola asuh dengan mengambil hati dan komunikasi orang tua yang baik, memang akan melahirkan sebuah ikatan emosional kuat pada anak. Ini setidaknya terjadi pada bunda Diah dengan anak sulung kami, Haidar Hafiedz. Emosional yang terbangun antara bunda dan si kakak tertua inipun jauh melebihi sekadar anak kesayangan.