Mohon tunggu...
jufri bulian ababil
jufri bulian ababil Mohon Tunggu... -

Jufri Bulian Ababil Lahir di Bagan Asahan, Senin, 16 April 1979 (19 Jumadil Awwal 1399 H). Putera sulung pasangan Bulian bin Zainuddin bin Baharuddin bin Syaikh Daud bin Syaikh Abdurrahman dan Asriati br. Manurung binti Mansur bin Yunus bin Abdul Ghani. Sejak kecil telah menekuni bidang teater dan budaya. Ia adalah pioneer dalam pemberdayaan dan pendampingan teater bagi anak-anak/ remaja Desa Cempedak Lobang (Sei rampah-Sergai, 2003). Pada tahun yang sama terpilih sebagai Runner Up dalam Festival Dendang Melayu se-Kota Tanjung Balai (2003). Belakangan, menyutradarai “Celoteh Anak” dalam pementasan teater pada puncak acara Hari Anak Nasional (HAN 2009 – Tk. Propinsi Sumatera Utara) di Pendopo USU. Ia adalah salah seorang generasi pertama Kaderisasi Ulama Tarjih MT/ PPI - Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumut. Aktif dalam pendidikan spiritual non-formal bagi remaja, memfasilitasi dan meng-organize Pesantren Kilat di sejumlah desa di Deli Serdang, Sergai dan di YPI Miftahussalam/ SMU-Darussalam Medan (2002-2004) dan Remaja Mesjid. Ia juga seorang peneliti. Pernah terlibat dalam investigasi dan advokasi kasus tanah desa Pergulaan, Kwalanamu, Hamparan Perak , Barumun Tengah & Aceh Timur; juga terlibat sebagai enumerator pada penelitian tentang Otonomi Daerah di pedesaan, penelitian Gender dan Kekerasan terhadap Perempuan (Bitra Indonesia-KMPR). Belakangan, aktif dalam penelitian kerjasama PKPA Kementerian Pemberdayaan Perempuan (2007-2008) tentang anak yang dilacurkan di Kalangan Pelajar di Medan dan Bisnis pelacuran anak di beberapa kota di Sumut (PKPA). Ia pun seorang jurnalis. Sejak 1995 hingga 2008 telah aktif menulis karya-karya sastra di media lokal dan nasional. Puisi-puisi dan cerpen-cerpennya diterbitkan di Harian Global, Analisa, Mimbar Umum, Sinar Indonesia baru dan Suara Muhammadiyah (Yogya). Pada 2003-2005 bekerja sebagai wartawan di Mimbar Umum dan media NGO. Bukunya Raju Yang Diburu (Pondok Edukasi, Yogya 2006) dan Menjaga Anak Indonesia (PKPA, 2006). Selain menulis, ia juga aktif sebagai fasilitator dalam pelatihan jurnalisme anak, khususnya anak-anak jalanan & anak miskin kota. Sejak 2007, akhir mulai bersentuhan dengan dunia film. Diawali keterlibatannya sebagai Assisten Unit Praproduksi Lokal dan Kordinator Talent local dalam Film Bioskop JERMAL (Produksi ECCO Film-Jakarta). Selanjutnya banyak terlibat dalam melatih dan memberdayakan anak-anak dan remaja dalam memproduksi film-film pendek. Film-film yang ia produksi dan ia dampingi (termasuk sebagai editor, casting director, penyelia produksi dan penulis naskah) antara lain, Airmata Indah (NeckArt Prod. 2008), Payung Pengantin (Abah Prod./ OPick Pictures), Aku Membela Diriku (Forum Anak Aceh Besar – PKPA Aceh), Jalan Hidupku (Di3va Prod.- Eria), Perempuan Nias Meretas Jalan Kesetaraan (PKPA – SFD), Tetap Semangat (Abah Prod./ SD 25 Mariendal) dan sejumlah film yang diproduksi untuk peningkatan partisipasi anak dalam Festival Film Anak (FFA) Medan (2008-2009). Belakangan aktif mengembangkan model pemberdayaan anak dan remaja dalam mengembangkan minat dan bakat (jurnalistik, fotografi, music, komik dan film).

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Cerita Sunyi Bumi (Sebuah Frasa)

12 Januari 2011   14:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:40 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku bertanya dalam desahan, ”Oh, bumi yang sedang memelukku… Siapakah yang bersimpuh di atas sana, sehingga liang ini tiba-tiba bergetar? Sepasang bibir siapakah yang jatuh di pagi hari, meneteskan do’a, sehingga pakaianku yang putih basah karenanya?”

Bumi bercerita, “Hai pemilik tanah merah basah. Liang ini bergetar karena goncangan bahu Hurina, menahan ratap impian hari mendatang. Itulah permata yang menjelijih dari sepasang mata Hurina setiap ia memejamkannya.

Kala itu ada seberkas do’a naik menembus langit dunia. Ada bahasa jiwa yang didengar.
Hurina berkata, “Duhai Pemilik bumi yang mendekap hatiku padanya, Sang Pencipta orang yang menyanyikan lagu-lagu kebahagiaan di kemarin malam untukku, yang kini lelap di pangkuan sunyi… Dengarlah bebutiran mutiara yang berjatuhan ini bercerita tentang aku, seorang janda lemah yang mendengar gema suara ayah anakku, yang kemarin masih bisa membelai sutera hitam di kepala ini, yang masih mendendangkan tembang-tembang impian buat menidurkan Namus Al-Bagana yang masih berupa sepotong dagingku dari darahnya terpancar. Aku tak menyesali terlalu cepat kepergiannya. Yang aku tangiskan mengapa terlalu lama menerima cintanya. Nyaris terlambat dan menjadikan penyesalan di sepanjang hayatku.”

Lantas kepada dirinya Hurina meratap, “Oh, Bunga tunggal taman hatiku. Cepatlah lahir dan besar agar ibu bisa melihat ayahmu di dalam dirimu. Jadilah kau pilar-pilar perkasa dari puing-puing istana milik ayahmu. Ayahmu yang pandai menghibur diri dengan huruf-huruf hidup. Ayahmu yang suka menjerit dalam kebisuan. Ayahmu yang pandai menyemat keluh dan tangis di dalam senyum pahit dan tawa hambar. Ayahmu yang pandai menukar kata cinta dengan kasih sayang.”

Senja pun beranjak pulang. Bumi pun berhenti bercerita. Desahan berat pun hilang seketika.

Pinang Lombang - Labuhan Batu, 27 Agustus 1995
Dari Kumpulan Puisi Jufri Bulian Ababil: Penutup Segala Do’a (1995-1996)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun