Hurina
Adalah seonggok bayang merah membara
Di hati tempat tinggalnya
Menerima kasih sayang pekerjaannya
Dipadamkannya lentera istana, diterbangkannya hatiku ke awan, lalu dihempaskannya di kegelapan
Di pembaringan ini
Terbujur kaku segumpal hati pengisi usungan
Lalu dia menangis palsu
Hurina
Memang pembenci pekerjaannya.
Dikuburkannya hatiku tanpa keranda, tanpa nisan pula, tanpa do’a serangkum pun
Ini balasan untukku yang terlalu tulus menyayangi
Yang hanya bisa bercerita tentang sebuah pusara hati
Tiada tangisan, hanya keluhan
Mengeluh mengenangnya yang remuk redam
Bersama hati yang sia-sia kasih sayangnya
Di sana terkubur hati Qais, juga Romeo
Di situ pula dimakamkan segumlah hati Kholil Jubron
Di situ ada pula yang bernisankan nama Dhante Aligheri dan Sappho
Sunyi
Tak sekalipun diziarahi
Hurina
Tengok, begini semaknya pusara ini
Jenguklah sekali saja, doakanlah sebait saja
Semoga Sang Raja Segala Hati memberinya nyawa kembali
Agar aku punya hati kembali
Menyayangimu lagi
Pinang Lombang, Labuhan Batu – 10 Agustus 2006
Dari Kumpulan Puisi Jufri Bulian Ababil: Penutup Segala Do’a (1995-1996)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H