[caption caption="NOK37/Beritajogja.id"][/caption]
Ogut kemaren baru saja wawancara sama grup rap paling berbahaya di Jogja, NOK37. Grup Rap yang satu ini bisa dibilang paling beda dari pengusung rap di Jogja. NOK37 bikin genre sendiri yang mereka namain RAW-Rap. Bahasanya jawanya sih rap waton tabrak. Rhyme-nya lurus aja, enggak ada kelok-kelok atau nge-flow macam grup rap kebanyakan di Jogja.
Sebelum wawancara, ogut kudu belajar soal NOK37 dong. Biar enggak dibilang jurnalis parasut alias ngehe yang enggak tahu apa-apa soal tema atau orang yang mau diwawancarai. Satu minggu lah ogut cari tahu soal NOK37 di internet sama tanya sana tanya sini. Dari kulikan selama satu minggu, ogut bisa bilang musik rap NOK37 ini cenderung gelap dengan lirik yang kuat. Mereka konsisten ngomongin persoalan sosial yang dekat sama anak muda Jogja.
Dari 5 lagu di album pertama dan tujuh single lepas yang dikeluarin NOK37, ada dua lagu yang ogut suka. Pertama Kapak dan batang Lidi dan kedua Prosa Solidaritas. Lagu Kapak dan Batang Lidi ini make gitar kopong dengan blues fidelitas rendah. Riff-nya gloomy banget. Terus liriknya soal orang-orang tertindas di sekitar yang makin enggak kelihatan gara-gara individu yang sekarang lebih mentingin perut sendiri daripada orang lain.
Penggalan liriknya begini nih:
Untuk mereka yang dikafirkan karena menolak untuk menjadi sama atas dasar apapun../Darah adalah roh atau ordo di mana kepala intelejen berkata tumpas../Atas mereka yang kehilangan legitimasi untuk tanah mereka berdiri/Atas nama mereka yang teralinieasi mereka yang menolak berserikat..
Lagu itu juga sedikit ngomongin soal disonansi sosial, di mana mayoritas selalu benar. Lagu Prosa Solidaritas enggak kalah menggigit. Mereka ngomongin hal paling sensitif di dunia: Agama.
Fiuh, persoalan agama di Jogja dalam beberapa tahun terakhir memang sudah mengkhawatirkan. Banyak yang berantem lalu melakukan kekerasan berdalih agama. Tuduhan haram-halal sering banget keliaran di media sosial. Ada kemarahan dan kemuakkan yang terselip dalam lagu itu. Bung, Jogja yang dulunya anteng, tenterem, damai, sekarang bisa kesulut gara-gara persoalan agama.
Simak aja penggalan liriknya:
Kau aku kalian tak segaris kenyakinan/tapi bukan kah kita wajib tuk ingatkan/tak perlu angkat senjata berkalung parang/hidup dalam toleransi jabat tangan berdampingan.
Dalam hidup Tuhan tak perlu diperdebatkan/Tanpa pinggirkan ke esaan dan ke agungan/Tuhan selalu ada dalam nafas setiap insan/bersatu dalam hati mengalir di dalam raga/bukankah hubungan manusia satu dengan yang lainnya/dalam sebuah mahajana ini juga harus dijaga