legondo, sebuah makanan tradisional yang tidak banyak diketahui orang. Legondo adalah makanan tradisional dari daerah Borobudur, khususnya dari Sabrang Rowo yang memiliki cita rasa manis dan gurih. Makanan ini adalah warisan khas dari keluarga Bu Suad dan telah turun-temurun hingga kini diwariskan kepada generasi kedua, Pak Fuad.
Indonesia kaya akan keanekaragaman warisan kuliner yang tersebar di seluruh pelosok nusantara, masing-masing daerahnya memiliki keunikan dan ciri khasnya sendiri. Salah satunya adalahKata legondo sendiri berasal dari lego ning kondo. Dalam bahasa Jawa lego artinya lega dan kondo yang berarti pembicaraan. Dahulu Bu Suad membuat legondo hanya untuk disajikan pada hari pertama Lebaran saja.
“Jadi, ketika pada hari pertama Lebaran, itu kan banyak tamu berkunjung, silaturahmi. Nah, disuguh itu sambil mereka ngobrol, saling tukar cerita, jadi lego perasannya. Jadi, ketika lama tidak bertemu, sekali bertemu ngobrol sambil makan legondo” kata Ernalia, menantu Bu Suad.
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan legondo adalah beras ketan, pisang kepok, dan santan kelapa. “Cara pembuatannya beras ketan kita rendam dulu semalam, kemudian dikukus. Setelah itu dicampur dengan santan, kemudian dikukus lagi baru diisi pisang. Dibungkus daun pisang baru diikat pakai tiga tali dari iratan bambu,” tuturnya.
Tiga ikatan ini menggambarkan bahwa manusia tidak bisa lepas dari tiga ikatan. Yang pertama ikatan dengan Sang Pencipta Allah, ikatan dengan Nabi Muhammad, dan ikatan dengan sesama manusia. Legondo dapat bertahan di suhu ruangan selama 2 hari, dalam kulkas selama 4-5 hari, dan dalam freezer bisa lebih dari 2 minggu.
Legondo mulai dikenalkan kepada masyarakat dan dijual pada tahun 2018. Mereka mengemas dan menjual dengan beberapa jenis paket besek. Diantaranya ada paket Alit isi 5 seharga Rp25 ribu, paket Sedoso isinya 10 harganya Rp45 ribu. Karena masih pengenalan, legondo Bu Suad dibuat ketika hanya ada pemesanan. Pembuatan legondo memerlukan waktu yang lama, oleh karena itu pemesanan dapat dilakukan dua hari sebelumnya.
Upaya mereka dalam memperkenalkan legondo tidak hanya sekadar menjual makanan, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai luhur yang terkandung didalamnya. Dengan menjaga kualitas dan standar produksi, mereka berharap agar legondo tetap menjadi bagian dari kekayaan kuliner tradisional Borobudur yang tak tergantikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H