"Laki-laki diawal 40, istri meninggal, rumah di bekasi tinggal dengan anak-anak, pekerjaan swasta konstruksi, menginginkan isri janda atau gadis usia 30-an yang sayanganak-anak dan qonaah"
Profile laki laki-laki sebut saja namanya Indra itulah yang membuat aku memutuskan bergabung lagi dengan website perjodohan baru. Aku melihat wajah yang lembut pada profile fotonya dan tak banyak tuntutan yang dimintanya. Mudah2an kesederhanaanlah yang aku akan temukan pada Indra, begitu bisikku.
Aku mengirimkan pesan perkenalan, dan disambut baik, kemudian berlanjutlah dengan pertukaran alamat facebook dan selanjutnya kami meneruskan percakapan dalam Yahoo Messenger. Ternyata selain pengasih dan memang dekat dengan anak-anak, Indra juga adalah pencerita yang baik, sekaligus pendengar yang baik, menjadikannya kemudian seorang penulis juga yang baik.
Kami yang memiliki latar belakang pendidikan yg mirip, dan juga minat yang sama, suka mendengar dan sedikit menulis, mungkin juga kebutuhan untuk didengarkan, menjadi dekat. Saling berkomentar di facebook, menelepon dan SMS secara rutin dan aku akhirnya juga menjadi sangat produktif menulis, dan tentu saja Indara adalah komentator tetapku disana. Update foto semata dilakukan karena ingin mengetahui kondisi terakhir masing-masing. Menyenangkan. Semuanya aku jalani selama kurang lebih dua bulan, tanpa pernah sekalipun kami mengucap kata cinta dan tanpa pernah sekalipun kami bertemu.
Memasuki bulan ketiga, disaat anak bungsu Indra, anak ke emaptnya sakit dan harus dirawat dirumah sakit. Aku saat itu mencoba lebih dekat dengan meminta persetujuan Indra untuk membesuk, akan tetapi Indra menolak. Aku cukup mengerti keberatan Indra, karena dengan pemahaman atas pertemanan lawan jenis yang dia pahami, dan aku hargai, adalah tidak diperlukan pertemuan saat belum ada niat keseriusan meneruskan hubungan ini ke pernikahan yang sebenarnya. Proses taaruf adalah langkah awal yang semestinya kami sepakati dulu sebelum memutuskan bertemu. Aku mengalah. Akan tetapi ternyata aku merasa Indra agak menjaga jarak, mulai kurang dalam bertelepon dan SMS.
Sehingga pada suatu kesempatan telepon kami, aku dikejutkan pertanyaan Indra.
"Selain dengan saya dengan siapa lagi kamu biasa bertelepon..."
"Siapa..." sergahnya agak menekan...dan langsung disambung cepat
"...yang diluar kota...kota tempat kampusku...?"
Deg...
Hatiku terasa bergetar, dia menanyakan tenatang pencoleng itu. Dan aku menjawab tenang.