Di era digitalisasi yang semakin tanpa batas, konsep bela negara sering kali menjadi paradoks yang memunculkan beribu pertanyaan. Apakah bela negara masih relevan ketika batas antarnegara kian kabur? Bagaimana nilai nasionalisme dapat bertahan di tengah derasnya pengaruh global yang mengaburkan identitas bangsa? Opini saya ini mencoba mengupas sisi lain dari bela negara yang jarang dibahas, mengungkap peran dan tantangan dalam dunia yang semakin terhubung.
Nasionalisme di Era Tanpa Batas
Digitaliasi yang sarat dengan kemajuan teknologi telah menciptakan dunia yang saling terhubung tanpa batas fisik. Informasi, budaya, dan nilai-nilai asing masuk dengan mudah ke dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Dalam situasi ini, nasionalisme sering dianggap sebagai sesuatu yang kaku dan kurang relevan. Namun, benarkah demikian? Bela negara di era ini tidak lagi sekadar soal mempertahankan wilayah secara fisik, tetapi juga tentang bagaimana mempertahankan jati diri bangsa di tengah gelombang global. Universitas Islam Sultan Agung Semarang (UNISSULA) Â sebagai institusi pendidikan, misalnya, memegang peran penting dalam memperkuat nilai-nilai kebangsaan di kalangan generasi muda. Melalui pendekatan berbasis nilai keislaman dan kebangsaan, UNISSULA mengajarkan bahwa nasionalisme adalah fondasi yang tetap relevan, meskipun berada dalam era global.
Bela Negara dalam Paradoks Digital
Di satu sisi, teknologi digital menjadi alat yang memperkuat kedaulatan bangsa, seperti melalui diplomasi digital atau perlindungan siber. Namun, di sisi lain, digitalisasi juga menjadi medium ancaman, seperti penyebaran hoaks, radikalisme online, dan perang informasi. Paradoks ini mengharuskan Indonesia memiliki pendekatan yang adaptif dan inovatif dalam bela negara.
Peran generasi muda dalam bela negara era digital menjadi sangat strategis. Mereka adalah pengguna teknologi yang paling dominan, sekaligus kelompok yang rentan terhadap pengaruh negatif digital. UNISSULA, melalui berbagai program edukasi digital, mempersiapkan generasi muda untuk tidak hanya cakap teknologi, tetapi juga memiliki literasi digital yang kuat guna menangkal ancaman siber.
Kebudayaan Lokal: Kekayaan Identitas Bangsa
Ketika globalisasi membawa budaya asing ke dalam negeri, budaya lokal menjadi benteng terakhir dalam mempertahankan identitas bangsa. Bela negara tidak hanya soal mempertahankan kedaulatan secara fisik, tetapi juga melibatkan upaya melestarikan dan mempromosikan budaya lokal. UNISSULA, sebagai salah satu universitas yang berbasis nilai-nilai Islam, turut mempromosikan pelestarian budaya lokal melalui pendidikan berbasis budaya. Misalnya, pengenalan seni tradisional dalam kegiatan mahasiswa menjadi langkah nyata dalam menjaga warisan budaya Indonesia di tengah arus globalisasi.
Tantangan dan Solusi: Membela Bangsa di Era Disrupsi
Tantangan Ideologi Ideologi asing yang bertentangan dengan Pancasila semakin mudah masuk melalui media sosial dan internet. Solusi yang ditawarkan adalah penguatan pendidikan karakter berbasis kebangsaan di lembaga pendidikan seperti UNISSULA. Tantangan Ekonomi Pasar bebas membawa ancaman terhadap keberlanjutan ekonomi lokal. Melalui program kewirausahaan, UNISSULA mendorong mahasiswa untuk menciptakan bisnis inovatif yang berbasis pada potensi lokal. Tantangan Identitas Degradasi nilai budaya akibat budaya asing menjadi ancaman besar. Melalui pendidikan berbasis nilai Islam dan Pancasila, UNISSULA membantu membangun identitas bangsa yang kuat.