Implementasi kurikulum merdeka di sekolah tidak lepas dari berbagai tantangan. Salah satunya adalah persiapan Para pendidik untuk mengubah peran guru dari mengajar dengan pendekatan one-size-fits-all menjadi  mentransformasikan siswa menjadi pembelajar mandiri sepanjang hayat. Dalam hal ini guru menjadi mentor, fasilitator atau pelatih dalam pembelajaran aktif berbasis proyek tentang digitalisasi. Program Kurikulum Merdeka sebenarnya tidak jauh berbeda dengan program tahun 2013, dengan program sebelumnya, namun dari segi perbedaan. Tantangannya adalah bagi guru untuk mengembangkan tujuan pembelajaran mereka sendiri. Guru diberi otonomi, namun  banyak guru yang masih belum siap untuk menyesuaikan kemampuannya. Kenyataannya masih banyak guru yang belum menyusun RPP/modul pengajaran dengan baik.
Selain itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga perlu menerbitkan pedoman pelaksanaan kurikulum sekolah yang memberikan kerangka pendidikan bagi sekolah yang dapat dijadikan acuan, sehingga dapat memantau fleksibilitas sekolah dalam mengembangkan program gratis dan kualitasnya. dievaluasi di era digital. Tantangannya juga terletak pada kemauan siswa untuk membangun kurikulumnya sendiri, terutama  kebebasan memilih konten pembelajaran. Hal ini harus diperhatikan agar siswa benar-benar memilih belajar berdasarkan kemampuan dan minatnya dan bukan hanya berdasarkan keputusan teman sebayanya atau bahkan tekanan dari guru atau orang tua terhadap kebebasan belajar siswa dan penggunaan sumber ilmu pengetahuan. Bahkan di era digital, pendidik dan siswa dapat memilih konten pembelajaran melalui aplikasi dan sumber referensi di Internet. Dalam konteks itu, penguatan peran dan kerjasama pendidik dan orang tua  sangat penting dalam memotivasi dan membimbing siswa belajar sesuai  minat dan kemampuannya untuk mencapai hasil belajar yang optimal dan signifikan.
Perubahan kurikulum sekolah dan pengenalan program baru ke dalam lembaga pendidikan diperlukan ketika program lama sudah tidak relevan lagi  atau ketika ada kebutuhan mendesak untuk menghidupkan kembali pendidikan  sesuai kebutuhan zaman. Namun perubahan program yang tidak matang, tergesa-gesa, dan perubahannya terlalu cepat membuat satuan pendidikan sulit melaksanakannya. Terutama bagi sekolah-sekolah yang masih banyak membutuhkan bantuan dan berada di daerah tertinggal yang kualitas internetnya kurang. Tanpa persiapan yang matang maka pendidikan tidak akan mencapai hasil yang optimal melainkan hanya akan menjadi hasil uji coba saja. Berdasarkan laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, guru menghadapi empat tantangan  dalam menerapkan pembelajaran mandiri. :
- Kesiapan sumber daya manusia (guru) : Satuan pendidikan dapat melakukan berbagai upaya pengembangan  melalui kegiatan brainstorming awal, pelatihan internal, workshop, diskusi kelompok (FGD) antar guru, workshop, forum berbagi best practice dan jaringan. Tanpa upaya pengembangan keterampilan guru, kesadaran dan optimalisasi peran guru yang sangat diperlukan dalam melaksanakan program pendidikan mandiri akan menemui kendala dan dapat menjadi permasalahan baru.
- Kemampuan guru dalam pemberdayaan fasilitas teknologi berbasis digital : Guru hendaknya mengetahui dan menggunakan platform pembelajaran, email, blended learning, pembelajaran online, sumber dan media pembelajaran digital. Melalui upaya ini pembelajaran dapat menjadi lebih luas, menarik, lebih interaktif, lebih kontekstual, dan memungkinkan pengembangan materi yang lebih mendalam bila diperlukan. Melalui  pembelajaran  digital, siswa juga dilatih untuk memanfaatkan teknologi secara positif, adaptif dan inovatif dalam menghadapi perkembangan teknologi.
- Kemampuan networking guru : Seberapapun kompleks dan ambisiusnya program pembelajaran tersebut program pembelajaran tersebut dirancang, harus dengan dukungan jaringan komunikasi dan kolaborasi yang efektif antara satuan pendidikan dan pemangku kepentingan. Oleh karena itu, dukungan dan kerjasama jaringan media  terbentuk melalui peran komite sekolah, organisasi profesi,  industri, universitas, pusat kebudayaan dan praktisi. Fungsi seni komunitas dan kimia telah dioptimalkan  bahkan dikembangkan lebih lanjut untuk mendorong tercapainya tujuan pendidikan. belajar mandiri. Di sisi lain, jaringan komunikasi dan kemitraan juga dapat dibangun oleh guru dengan menciptakan jaringan antar pengguna media pembelajaran berbasis TIK di dunia maya, dengan mengikuti praktik komunitas belajar, dengan belajar dan menggunakan platform Merdeka Mengajar untuk pembelajaran kolektif di komunitas. . Dalam situasi itu akan terjadi proses penerimaan dan pemberian antara satuan pendidikan, guru, dan mata pelajaran untuk memfasilitasi pembebasan belajar.
- Kemampuan untuk menjalankan fungsi asesmen pembelajaran : Saat ini penilaian hasil belajar sebagian guru pada umumnya masih terbatas dan terfokus pada penilaian hasil belajar pada akhir semester/rangkuman), kalaupun disebutkan konsep  penilaian dan teori pembelajaran,  pelaksanaan penilaian harus mencakup formatif. elemen. penilaian dan evaluasi formatif (assessment for and as learning) dan akhir pembelajaran (assessment for learning). berbagai  alat pengujian seperti projek, video, gambar, pertunjukan, karya kreatif, dan alat pengujian terkait lainnya, dengan penekanan pada penguatan keterampilan berpikir tingkat tinggi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H