.... dan laki-laki tidak sama dengan perempuan...... Â (QS. Ali Imran: 36)
Sungguh mengherankan, kita berada pada suatu masa dimana kalimat ini menjadi sesuatu yang kontroversial. April tahun ini misalnya, seorang siswa kelas 7 di amerika mengalami perundungan karena mengenakan kaos yang bertuliskan "hanya ada dua gender". Ini hanya sebuah kasus diantara sekian banyak kasus yang terjadi dimana istilah laki-laki dan perempuan menjadi kontroversial.
Kita mungkin tidak pernah membayangkan bagaimana seseorang yang dilahirkan dengan sistem reproduksi laki-laki sempurna bisa bertanya, "Apakah saya adalah laki-laki?" dan berkata "Sepertinya saya lebih nyaman dan cocok menjadi seorang wanita" dan demikian juga sebaliknya. Kemudian mereka menjalin hubungan biologis dengan manusia lain yang memiliki anatomi sistem reproduksi yang sama. Sekelompok manusia yang menggunakan simbol pelangi yang indah, sungguh sangat disayangkan, mengklaim bahwa homoseksualitas (LGBT) adalah bentuk cinta yang unconditional. Tapi apa benar?
Manusia lahir dari wanita dan bukan laki-laki, Tuhan menakdirkan demikian dan tidak ada pilihan yang lainnya. Kita ada karena keberpasangan. Jika tidak demikian maka kita tidak pernah ada. Alam semesta mendeklarasikan bahwa apapun yang ada dan termasuk kita hanyalah fragmen dari kesempurnaan. Demikianlah ilmu pengetahuan membuktikannya. Satu-satunya yang  sempurnya hanyalah Tuhan.
"Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan agar kamu mengingat (kebesaran Allah)." (QS. Az Zariyat: 49)
Kita adalah hasil unconditional love dari kedua orang tua kita. "Apakah homoseksualitas bisa menghasilkan manusia termasuk kita?" ini pun pertanyaan yang terasa aneh, namun saya merasa untuk jaman ini saya perlu bertanya ini karena tidak ada pilihan lain. Lalu apakah mereka tidak menyadari bahwa mereka yang men-declare diri mereka sebagai "pride" berasal dari mana sehingga bisa ada di dunia?
Kita ada karena cinta Tuhan yang menginginkan kita hadir di dunia melalui ayah dan ibu kita, melihat kita untuk tumbuh dalam pemeliharaannya dan menjadi jalan baginya untuk menyebarkan cinta kepada siapapun dimanapun kita berada.
Bukankah unconditional berarti tanpa syarat? Apakah cinta mereka yang mendeklarasikan sebagai kaum pelangi yang semacam itu benar-benar tanpa syarat? Mengapa jika benar-benar demikian tidak sedikit yang berakhir dengan kekerasan dan kriminalitas kepada pasangan mereka.
Cinta tanpa syarat adalah cinta seorang ibu yang rela mati saat melahirkan agar anaknya bisa lahir ke dunia. Unconditional love adalah seorang istri yang dengan sabar dan ikhlas merawat suaminya yang lumpuh, memandikannya, menyuapinya, membersihkan kotorannya tanpa ada syarat. Â Unconditional love adalah cinta seorang ayah yang rela tersenyum dihadapan anaknya meskipun dunia menghantamnya dengan keras saat mencari nafkah. Unconditional love adalah saat seorang ibu rela membesarkan anaknya yang menderita hidrosefalus dengan ikhlas dan sabar. Unconditional love adalah ketika umat Islam mencintai Nabi Muhammad SAW, seseorang yang bahkan tidak pernah kita tahu wajahnya, namun dia terasa sangat dekat dan kita selalu berusaha untuk menaatinya. Dan puncaknya adalah mencintai sang pemilik dan pemberi cinta. Dialah Allah subhanahu wa ta'ala. Dia yang telah mencintai kita sebelum kita mencintai-Nya. Bukankah kita tidak bisa mencintai tanpa otak yang Dia ciptakan. Bukankah kita tidak bisa mencintai tanpa ijinnya yang masih membiarkan kita menikmati materi, ruang dan waktu yang diciptakan-Nya. Dan bukankah tujuan kita di dunia, dan alasan kita untuk diciptakan adalah untuk mencintai-Nya? Mencintainya dengan cara menaati apa yang diperintahkan-Nya.
"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku." (QS. Adz Dzariyaat: 56).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H