Mohon tunggu...
Miraj Dodi Kurniawan
Miraj Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... profesional -

Seneng makan minum yang bergizi dan uenak. Pengen berpakaian sopan namun trendy. Punya cita-cita menjadi orang kaya raya lahir dan batin. Lumayan doyan menggauli studi sejarah, kependidikan, filsafat, agama, budaya, sosial, politik, sastra, dan seterusnya.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

The Boycott of Israeli Products and Companies Supporting Israel

4 Agustus 2014   17:58 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:27 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1407123812726488693

Ngomong-ngomong soal boikot, penulis teringat saat baru masuk kuliah S1 di Kota Kembang pernah mendengar bahkan membaca selebaran yang mengajak untuk memboikot berbagai produk Amerika Serikat dan Israel. Ajakan serupa itu muncul dan muncul lagi manakala militer Israel lagi-lagi melancarkan serangan militernya ke kawasan Palestina.

Saya belum tahu bagaimana pelaksanaan dan tingkat keberhasilan aksi boikot terhadap produk-produk Amerika Serikat dan Israel di masa lalu. Namun di negeri ini, (asumsi saya) sepertinya belum terjadi secara efektif dan efisien. Karena itu, bisa jadi, hal ini menyumbang ‘saham’ bagi masih digdayanya zionis Israel yang disokong Amerika Serikat itu, dalam mengokuvasi Palestina.

Boikot ini sebuah istilah yang terdengar aneh dalam perbendaharaan bahasa Indonesia. Bunyinya mirip binatang bekicot. Karena itu saya tertarik untuk mengulas sejarah lahirnya istilah ini, bahkan menyentil sedikit sekali mengenai teori aksi boikot.

Begini: Boycott merupakan kata kerja dalam bahasa Inggris. Ia diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia menjadi boikot. Artinya tindakan tidak menggunakan, tidak membeli, atau tidak berurusan dengan seseorang atau suatu organisasi, baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama, sebagai wujud protes atau bentuk pemaksaan sikap kepada pihak yang diboikot tetapi umumnya tanpa kekerasan (non-violence).

Istilah boikot pertama kali diperkenalkan di Inggris dan diambil dari nama seorang purnawirawan kapten Angkatan Darat (AD / Army) yaitu Charles Boycott Cunningham (lahir 12 Maret 1832 dan meninggal 19 Juni 1897). Bagaimana ceritanya nama tengah seorang purnawirawan AD Inggris itu menjadi penanda bagi tindakan dimaksud?

Alkisah pada abad ke-19, Irlandia dikuasai Inggris. Boycott (Charles Boycott Cunningham) yang berkebangsaan Inggris itu bekerja pada seorang tuan tanah di Irlandia bernama Lord Erne. Jadi dalam konteks ini, Boycott adalah orang penting. Ia tangan kanan atau kekuatan nyata pendukung Lord Erne dalam praktik penguasaan tanah di Irlandia. Dalam posisi itu, Boycott berwenang mengambil kebijakan-kebijakan strategis untuk menyukseskan usaha Lord Erne.

Saat itu, kedudukan penyewa tanah berkebangsaan Irlandia sangat lemah meski mereka penduduk asli negara itu. Karena itu muncul reaksi pada 1880 dari kaum nasionalis Irlandia berupa kampanye hak-hak penyewa tanah. Kampanye ini menuntut adanya “sewa yang adil, kepastian waktu sewa, dan penjualan hasil secara bebas“.

Untuk memperkuat gerakan kampanye tersebut, Liga Tanah Irlandia yang dipimpin Charles Stewart Parnell dan Michael Davitt menarik tenaga kerja lokal yang diperlukan untuk menyimpan hasil panenan perkebunan Lord Erne. Dan yang terkesan lucu namun serius, dalam gerakan ini pimpinan kampanye yang diamini warga asli Irlandia menyerukan dan serempak mengucilkan si Boycott (orang penting yang mendukung tuan tanah Lord Erne itu).

Bagaimana bentuk aksi pengucilan itu? Warga Irlandia mengisolasi kegiatan si Boycott dengan cara toko-toko, binatu, dan petugas pos di Ballinrobe (wilayah dekat kebun Earl Erne) menolak melayani si Boycott. Nah si Boycott meringis sedih. Ia pun menulis surat kepada surat kabar “The Times”. Isinya pengaduan tentang situasi pengucilan yang dialaminya di Irlandia. Maka kampanye Liga Tanah Irlandia melawan si Boycott pun populer di Inggris.

Akibat aksi ini, hasil panen perkebunan Lord Erne terancam melorot. Maka singkat cerita, kerajaan Inggris mengambil kebijakan penyelamatan. Kebijakan ini menelan biaya lebih dari £ 10.000 dan dikeluarkan langsung dari kas kerajaan Inggris sendiri. Jadi aksi ini lumayan merepotkan Lord Erne, kerajaan Inggris, bahkan cukup membuat sengsara si Boycott.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun