Perusahaan media di Indonesia dewasa ini sering menggunakan fitur-fitur yang melibatkan warga dalam proses produksi beritanya. Hal itu disebut dengan citizien journalism. Fenomena ini timbul seiring dengan adanya perkembangan teknologi yang memudahkan masyarakat pengguna smartphone atau alat-alat jurnalis dalam memproduksi berita.
Jurnalisme warga memang tidak memenuhi kriteria atau faedah-faedah jurnalistik yang ada baik secara editorial maupun faktualitas beritanya. Kenihilan proses gate keeping yang ada pada bentuk kegiatan jurnalistik ini juga menjadi perhatian penting.
Jurnalisme warga muncul karena sikap pesimis dari warga kala itu terhadap pemerintahan Amerika Serikat di tahun 1988. Kemudian muncul lah warga yang melakukan produksi informasi sendiri lalu mengirimkannya pada portal berita online mainstream, blog, maupun mailing list.
Jurnalisme atau pers merupakan salah satu pilar dari negara demokrasi. Maka dari itu sikap kritis masyarakat diperlukan untuk mengawasi pemerintahan. Fungsi pers berperan penting dalam hal ini. Namun pada praktiknya perusahaan media massa di Indonesia memiliki agendanya sendiri.
Hal tersebut yang menjadi kejenuhan warga akan informasi yang terdapat pada media mainstream saat ini. Menurut Zett effect to cause model, masyarakat dewasa ini menciptakan feedback sendiri yang kemudian menjadikan tim redaktur memiliki acuan dasar dalam produksi berita mereka.
Menurut Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo dalam salah satu kutipanwawsancaranya dengan harian kompas, terdapat 42.300 media di Indonesia, dan yang terdaftar pada dewan pers hanya 234 media. Hal ini menujukkan kebebasan berpendapat dan system demokrasi kita di Indonesia memang terjamin. Namun hal ini menimbulkan banyak informasi yang kredibilitasnya diragukan.
Mantan Presiden ke-6 Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono melakukan cuitan beberapa lalu melalui twitter yang mengatakan, ""Ya Allah, Tuhan YME. Negara kok jadi begini. Juru fitnah & penyebar "hoax" berkuasa & merajalela. Kapan rakyat & yg lemah menang?"Â hal tersebut menunjukkan keprihatinan mantan Presiden tersebut apalagi di tengah masa Pilkada serentak Indonesia dimana salah satu anaknya merupakan calon dari salah satu provinsi di Indonesia.Â
Namun, jika kita juga tetap mengikuti perusahaan media yang ada di Indonesia, hal ini tidak lepas dengan kepentingan-kepentingan politik dari para pemiliknya. Menurut Nielsen, badan rating pertelevisian Indonesia, 78% masyarakat Indonesia menggunakan televisi. Pemilik dari stasiun-stasiun televisi tersebut tidak jauh dari aktor-aktor di panggung politik Indonesia.Â
ReferensiÂ
Tweet SBY soal Hoax dan Fitnah Malah Dibalas Cuitan tentang Mimpi Warga Papua yang Terealisasi  yang diakses pada 17 Maret