Mohon tunggu...
MD Fernanda
MD Fernanda Mohon Tunggu... Freelancer - Pemimpi

“Khairunnas anfa’uhum linnas” Sebaik baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kampus Merdeka: Peningkatan atau Penurunan Kualitas Mahasiswa?

23 Februari 2022   08:07 Diperbarui: 23 Februari 2022   09:33 2339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Era perkuliahan mahasiswa semester genap tahun ajaran 2021/2022 sudah mulai dilaksanakan di berbagai Perguruan Tinggi di Indonesia. Salah satu program terbaru yang sudah berjalan dalam satu tahun ajaran ini, yakni Kampus Merdeka. Namun, program Kampus Merdeka yang dicanangkan oleh Menteri Kementrian Pendidikan dan Kebudayaann, Nadiem Makarim, masih belum berjalan secara efektif dan menimbulkan kontroversi di berbagai pihak, baik mahasiswa maupun birokrat kampusnya.

Salah satu kontroversi adanya program 'Kampus Merdeka" yakni digunakan sebagai aparatus untuk melakukan pembungkaman kritikan mahasiswa. Mahasiwa yang dikenal merupakan kalangan intelektual sebagai motor penggerak perubahan menilai bahwasanya adanya Program Kampus Merdeka hanyalah sebuah retorika. Hal ini sesuai dengan adanya konflik yang menimpa BEM Universitas Indonesia (UI), dimana Kampus Merdeka hanya terlihat sebagai jargon dan omong kosong belaka.

Kampus Merdeka adalah salah satu bagian dari kebijakan Merdeka Belajar yang direncanakan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim. Secara garis besarnya, kebijakan Kampus Merdeka bertujuan untuk mendorong proses pembelajaran di Perguruan Tinggi yang semakin otonom dan fleksibel. Berbagai program dalam kebijakan Kampus Merdeka mengedepankan kebebasan akademik dalam proses pembelajaranya. Sehingga, opsi yang ditawarkan dari adanya program ini yakni mahasiswa dapat belajar di luar kampus. Mahasiswa dapat melakukan pertukaran pelajar, riset, magang hingga mengajar di luar kampus. Hal ini bertujuan untuk menciptakan kultur belajar yang inovatif sebagai pendukung untuk terciptanya mahasiswa yang berkualitas.

Sejak awal tahun 2020 program Kampus Merdeka dijalankan, masih banyak ditemukan permasalahan yang terjadi. Pertama, Kemenristekdikti belum tegas dalam memastikan iklim kebebasan akademik dan berpendapat dalam lingkungan kampus terjamin melalui program Kampus Merdeka. Banyaknya kasus-kasus penekanan terhadap kebebasan berpendapat yang terjadi di kampus selama ini tanpa adanya pembelaan terhadap mimbar akademik dari pemerintah menjadi bukti kurang tegasnya Kemenristekdikti dalam menjalankan program Kampus Merdeka. Hal ini sangat merugikan mahasiswa yang notabene memiliki peran sebagai agent of change, dimana mereka berperan penting dalam mewujudkan kehidupan negeri yang lebih baik, sehinga adanya jaminan terhadap kebebasan berpendapat menjadi sangat penting.

Bahkan secara terang-terangan pemerintah melalui Dirjen Pendidikan Tinggi pernah mengeluarkan himbauan kepada para mahasiswa agar tidak ikut dalam aksi unjuk rasa penolakan UU Cipta kerja. Himbauan tersebut tercantum dalam surat bernomor 1035/E/KM/2020 tentang pembelajaran daring dan sosialisasi UU Cipta Kerja. Selain bertentangan terhadap kebebasan berpendapat para Mahasiswa, himbauan tersebut mencederai asas-asas demokrasi yang diterapkan di Indonesia.

Kedua, Kampus Merdeka hanya terpaku dalam metode belajar atau akademisi, tanpa tidak memberikan solusi atas permasalahan sosial yang terjadi di kampus. Mahasiswa yang merupakan kaum pemuda bangsa yang menjadi penentu masa depan suatu bangsa. Dengan perannya sebagai Social Control, tentu menuntut mahasiswa untuk bersifat lebih peduli dan memiliki rasa naionalisme yang tinggi. Namun, adanya Kampus Merdeka yang hanya terpaku dalam akademik tidak memberikan dampak sosial yang baik terhadap mahasiswa. Sehingga, kemungkinan terburuknya yaitu timbulnya jiwa-jiwa individualis yang tak peduli dengan lingkungan sekitar dan seolah-olah apatis dengan sesuatu yang terjadi di Masyarakat.

Ketiga, adanya kebebasan dalam proses metode belajar di bangku perkuliahan. Kampus Merdeka memfasilitasi pembelajaran di luar kampus dengan didukung dengan berbagai macam program, mulai dari magang, kampus mengajar, hingga pertukaran pelajar dan riset. Berbagai macam ilmu atau soft skill yang dapat diasah menjadikan mahasiswa tidak berkompeten dalam suatu bidang. Kepakaran dalam suatu bidang ilmu tentunya sangat sulit untuk ditemukan akibat dengan banyaknya mata kuliah atau disiplin yang bebas untuk ditempuh.

Keempat, timbulnya Hustle Culture akibat adanya program Kampus Merdeka. Hustle Culture adalah sebuah gaya hidup yang mendorong seseorang untuk bekerja terus menerus, kapan pun dan di mana pun. Singkatnya, sering juga disebut 'gila kerja' atau workaholic. Salah satu program Kampus Merdeka adalah memberikan kebebasan mahasiswa dalam melakukan metode pembelajaran. Kebebasan tersebut dapat menumbuhkan sikap individualisme terhadap pribadi masing-masing mahasiswa dan memiliki daya saing yang tinggi. Sehingga, sebagian dari mereka memiliki pandangan bahwa terus bekerja terlalu keras untuk mendapat hasil atau nilai yang bagus menjadi salah satu alasan mengapa Kampus Merdeka memicu munculnya hustle culture. Munculnya budaya ini juga ditandai dengan berkurangnya ruang-ruang diskusi mahasiswa.

Terakhir, Penyempitan ruang gerak mahasiswa. Kampus Merdeka yang memberikan kesempatan untuk belajar di luar kampus menjadikan mahasisws lalai dalam peranya sebagai social control dan agent of change. Sehingga ruang gerak mahasiswa untuk menjadi oposisi pemerintahan dan mendukung perubahan baik terhadap pemerintah semakin menyempit. Banyaknya mahasiswa yang memilih untuk mengikuti program Kampus Merdeka yang berdampak pada sepinya peminat organisasi mahaiswa (Ormawa). 

Berbagai jenis Organisasi Mahasiswa yang ada di kampus, seperti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), dan Badan Pengawas Mahasiswa (BPM). Sepinya minat mahasiswa untuk terjun dan bergabung kedalam organisasi mahasiwa tentunya berdampak pada aksi dan sifat kritis mahasiswa. Menurunya sifat kritis mahasiswa serta jarangnya aksi unjuk rasa oleh mahasiswa tentunya mempersulit gerak mahasiswa sebagai Social Contol di masyarakat. Selain itu, tidak efektfinya organisasi mahasiswa dapat menurukan kejeahteraan mahasiswa, dimana organisasi mahasiswa, khusunya BEM dan BPM menjadi lembaga advokasi terhadap permasalahan dan kesejahteraan mahasiswa.

Dengan berbagai permasalahan yang terjadi, seharusnya pemerintah, khsusunya Kemenristekdikti harus tegas dalam melakukan suatu metode belajar yang efektif dan menjamin kebebasan sepenuhnya terhadap mahasiswa, khusunya kebebasan berpendapat atau freedom of speech. Kampus Merdeka juga seharusnya juga sudah menyiapkan mengenai permasalahan-permasalahan sosial di lingkungan kampus. Hal ini tentunya akan mengurangi terwujudnya mahasiswa yang individualis, tak peduli dan bersikpa apatis di masyarakat. Selain itu, dampak terhadap terkikisnya rasa nasionalisme juga perlu untuk dipikirkan kembali. Sehingga, cita-cita awal untuk menciptakan lulusan Perguruan Tinggi yang berkualitas dan adaptfi terhadap zaman dapat terwujud.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun