Mohon tunggu...
M DENI SYAHPUTRA
M DENI SYAHPUTRA Mohon Tunggu... Lainnya - Sekretaris Desa

Membantu sesama, membuat berita menginformasikan berita terbaru

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pemerintah Daerah Simalakama Pedagang Kaki Lima (PKL)

21 Desember 2023   13:28 Diperbarui: 21 Desember 2023   16:55 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Lapak PKL di Pasar

Oleh : Muhammad Deni Syahputra 

Salah satu problematika yang muncul di perkotaan maupun kabupaten adalah menjamurnya pedagang kaki lima atau PKL di sisi-sisi jalan maupun trotoar jalan raya dan fasilitas umum. Fenomena ini muncul akibat mulai ramainya area atau daerah tersebut dikunjungi maupun dilewati oleh warga. Sehingga memunculkan peluang untuk mengais rezeki.

Menurut Damsar (2002:51) Pedagang Kaki Lima (Sektor Informal) adalah mereka yang melakukan kegiatan usaha dagang perorangan atau kelompok yang dalam menjalankan usahanya menggunakan tempat-tempat fasilitas umum, seperti terotoar, pinggir- pingir jalan umum, dan lain sebagainya. Masalahnya, penggunaan trotoar maupun bahu jalan oleh para PKL ini adakalanya menimbulkan kemacetan lalu lintas. Selain itu, penggunaan ruang publik oleh PKL sering kali menyebabkan sampah berserakan sehingga mengurangi estetika kota serta memberi kesan kumuh di lingkungan tersebut.

Permasalahan lain yang muncul selain kemacetan dan kebersihan adalah masalah ketertiban dan kenyamanan para pengguna jalan. Sering kali PKL menggunakan hampir seluruh trotoar, sehingga para pejalan kaki tidak bisa menggunakan trotoar jalan.  Ditambah dengan sampah yang terkadang berserakan di mana-mana.

Pemerintah selaku pihak yang berwenang dalam penataan kota tidak bisa memungkiri bahwa keberadaan PKL cukup mengganggu ketertiban, kenyamanan, dan keindahan kota. Melalui Peraturan Daerah Kabupaten Asahan Nomor 1 Tahun 2020 tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima. Namun, sosialisasi terkait perda tersebut masih kurang dan masih banyak PKL yang tidak mengetahui aturan ini. Oleh karenanya, untuk mengatasi masalah sosial yang ditimbulkan oleh PKL ini pemerintah daerah sering kali mengambil kebijakan yang kurang menguntungkan bagi PKL dengan jalan penertiban atau razia PKL di tempat-tempat tertentu.

Padahal di satu sisi, pedagang kaki lima merupakan salah satu solusi alternatif permasalahan pengangguran di perkotaan. Keberadaan PKL dapat berkontribusi dalam penyerapan tenaga kerja. PKL termasuk kategori bidang pekerjaan di sektor informal. Secara proporsi menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang diterbitkan pada bulan februari 2023, persentase pekerja sektor informal di Indonesia mencapai 60,12 persen, sedangkan pekerja sektor formal hanya 39,88 persen dari total penduduk bekerja di dalam negeri sebanyak 135,3 juta orang, sehingga sektor informal dapat dianggap sebagai katup pengaman penyedia lapangan pekerjaan karena mampu menampung tenaga kerja lebih banyak dibandingkan dengan sektor formal. Selain itu, keberadaan PKL juga dapat turut membantu sistem ekonomi perkotaan dalam hal menciptakan rantai-rantai kegiatan ekonomi dari produsen ke konsumen. Serta dapat memberikan tambahan pendapatan daerah bagi pemerintah daerah dari pos retribusi.

Mengingat sisi positif keberadaan PKL tersebut, Pemerintah semestinya mengkaji kebijakan pengelolaan PKL secara objektif dan komprehensif mengingat permasalahan PKL layaknya buah simalakama, dimakan ibu mati, tidak dimakan bapak mati. Bila PKL dihilangkan, jumlah pengangguran akan meningkat, bila jumlah pengangguran semakin banyak maka jumlah kemiskinan di daerah tersebut meningkat, saat jumlah kemiskinan meningkat biasanya tingkat kriminalitas akan meningkat pula. Yang berarti efek multiplier dari permasalahan PKL ini bisa menjadi bumerang bagi pemerintah daerah bila tidak dikelola dengan baik. Oleh karena itu, diperlukan penataan dan pengaturan terhadap para PKL ini, serta alternatif solusi yang lebih baik dari pada sekedar penertiban sepihak dari Pemda.

Salah satu solusi yang mungkin dilakukan untuk mengatasi persoalan PKL adalah dengan memaksimalkan fungsi triple-helix, yakni kolaborasi kerja sama sinergisitas antara Pemerintah, Universitas dan Industri kewirausahaan yang ada di daerah Asahan guna meningkatkan kemampuan kewirausahaan para PKL. Para PKL ini nantinya diharapkan dapat mengembangkan dan meningkatkan level usahanya sehingga kelak dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru yang pada gilirannya dapat mengurangi jumlah pengangguran didaerah Asahan. Universitas Asahan sebagai salah satu institusi pendidikan dan riset dapat bekerja sama dengan Pemda Asahan dalam melakukan kajian atau riset untuk menghasilkan kebijakan maupun solusi terkait permasalahan PKL, hasil kajian atau riset ini dapat dijadikan rujukan oleh Pemda Asahan sebagai pengatur regulasi dan pengarah kebijakan untuk menerbitkan aturan maupun edaran terkait penataan PKL. pemerintah daerah ini diharapkan mampu menyelesaikan persoalan PKL yang ada sekaligus mengurangi tingkat pengangguran di daerah Asahan dan menambah wirausahawan muda yang membawa kebangkitan ekonomi daerah menuju daerah yang maju yang berkontribusi bagi  pembangunan negara indonesia yang berdaya saing.

*(Penulis merupakan Mahasiswa Magister Hukum Program Magister Prodi Hukum Fakultas Hukum Universitas Asahan)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun