Mohon tunggu...
Dali Budaya
Dali Budaya Mohon Tunggu... Lainnya - Seranting ringkih tak benalu

Bocah ngawur dengan tulisan babak belur.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Meliuklah Anjing Tanpa Tulang

21 Januari 2025   17:09 Diperbarui: 21 Januari 2025   17:12 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: dokumen pribadi

Sepedas apa pun bunyi makian orang pada si Anjing, nyatanya ia akan terus menari telanjang di depan mayit tanpa seorang jua bisa membuatnya berhenti. Pikir orang, ia adalah utusan Tuhan buat nyambut kematian. Kendati orang misuh-misuh akan dirinya yang datang membawa maut, mereka pilih membisu sepanjang waktu karena takut berdosa. 

Namun kelak, bisu mereka menjelma setan ceriwis sewaktu si Anjing menari bugil di depan rumah Pa Omyah.

***

Anjing. Pa Omyah memanggilnya Anjing. Ia dipanggil Anjing bukan perkara perangainya macam sembarang anjing, tapi sebab mukjizat yang ia punya serupa dengan yang dikaruniai Tuhan pada anjing kudus.

"Lelaki itu boleh tahu kapan matinya orang."

Itulah gosip yang mencuat dari muncung orang kampung tiap kali mendapati si Anjing menari bugil. Orang Talambani percaya, bahwa anjing adalah binatang yang dikaruniai Tuhan boleh mengendus ajal. Dan lelaki itu persis anjing yang menyalak berang usai mengendus bau malaikat maut, dan kemudian bercakak tawur dengannya.

Hanya saja anjing yang satu ini tak pandai nyalak menggonggong, sebab ia terlahir bisu. Ia cuma bisa meliuk-liuk: berbicara lewat tubuh. Jadilah ia membocorkan kapan matinya orang lewat pantat yang bergeol karena ia tak bisa bicara.

"Muncung ngawur! Sungguh syirik bila kalian memercayai manusia selain nabi boleh tau kapan matinya orang." Suara Ma Ipeh, bini Pa Omyah, lantang membungkam muncung-muncung penggosip.

"Tapi, Ma, tiap kali si Anjing menari bugil di depan rumah siapa pun, orang itu pasti akan mati esok harinya. Dua hari lalu, ia menari di depan angkot suami Ma Utik. Dan kemarin, kita baru saja menguburkan suami Ma Utik dan penumpangnya yang berserak di jalan raya. Saya rasa, ini bukan hanya sebuah kebetulan. Bukannya saya percaya begitu saja dengan ramalannya, tapi terus terang, saya dan warga lain jadi risau dengan datangnya ia yang antah berantah ke kampung ini, Ma Ipeh."

"Singkat kata, kau syirik, Syahdan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun