Mohon tunggu...
M.D. Atmaja
M.D. Atmaja Mohon Tunggu... lainnya -

Teguh untuk terus menabur dan menuai. Petani.\r\n\r\neMail: md.atmaja@yahoo.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Menikmati Indahnya “Gunung Kembar”, Itukah Payudara-nya?

19 April 2011   01:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:39 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pasti kita akan kaget kalau sampai terang-terangan menemukan “gunung kembar” yang tidak terbungkus. Hanya pada dua puncaknya saja, yang terkadang terselimut kabut tipis, namun fenomena itu justru memancarkan pesona. Inilah suatu fenomenologi yang akan kita hadapi. Menarik setiap mata jalang untuk memandang. Kalau tidak dalam posisi yang tepat, waktu serta kesempatan yang tepat pula bisa membuat kecelakaan fatal. Tentu tidak ada dari kita yang mau mengalami kecelakaan itu.

Tulisan ini kelanjutan dari Catatan Perjalanan sebelumnya, yaitu LUBANG HITAM DI TENGAH HUTAN ITU, KELAMIN PEREMPUAN yang sudah direlease di Indo-Phenomenology tanggal 18 April 2011. Catatan atas pemahaman pada belantara simbol yang seringkali kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Tumpukan belantara simbol yang ada di depan kepala kita, yang bisa dipahami melalui sejarah, mitologi, serta kebudayaan masyarakat.

Berangkat dari keinginan itu, saya kemudian memulai usaha keras untuk menemukan strukturnya. Meskipun bukan Profesor, Doktor, pun dosen dalam kalangan akademisi, saya terus menelusur demi catatan pribadi yang akan saya bawa ke hadapan Tuhan Semesta Alam (Tuhan saya).mengikuti skematisasi yang saya buat sendiri (aplikasi dari pemikiran lama) saya berusaha membuat perumpamaan-perumpamaan. Catatan ini adalah satunya.

Berangkat dari asumsi manusia kebanyakan, secara universal manusia menyebut tanah sebagai “ibu pertiwi” – yang sering ditemui tidak hanya dalam konsep kenegaraan. Tanah sebagai ibu, yang dalam mitologi Jawa dijaga oleh seorang Dewi bernama Dewi Sri. Saya berangkat dari kultur saya sendiri dalam melakukan skematisasi. Di antara kita, siapa yang tidak sepakat kalau bumi ini perempuan? Tolong berikan penjelasannya.

Dikarenakan bumi adalah seorang perempuan, saya memikirkan pasangan hidupnya. Tepat, dialah sosok lelaki itu yang sok superior. Masyarakat Jawa memiliki jawaban yang saya inginkan, bahwa angkasa raya sebagai lelaki yang menghujani bumi dengan sperma sampai terjadi pembuahan (baca: kehidupan). Bukankah Tuhan Semesta Alam menurunkan kehidupan bersamaan dengan hujan? Sekali lagi, yang tidak sepakat silahkan dikeluarkan argumennya dari gudang memori otak.

Mungkin juga sudah menjadi sifat kita yang terus menerus berusaha mengeksploitasi alam (perempuan) demi kepuasan. Seperti halnya banyak dari perempuan sendiri yang cenderung mengeksploitasi tubuh mereka. Pembahasan ini dapat dilihat dalam tulisan berjudul KECANTIKAN, SEKS, dan TUBUH. Bukan permasalahan mengenai eksploitasi perempuan yang ingin saya bicarakan di sini, melainkan dari sisi esensi sekaligus eksistensi perempuan itu sendiri. Pun demikian, saya tidak akan memberikan space pada paradigma keliru mengenai “dapur-sumur-kasur” yang selama ini kita kenal.

Eksistensi yang saya maksudkan lebih pada maknawi mengenai keberadaan. Ulasan mengenai keberadaan lebih jauh dapat dilihat di LORONG WAKTU; MELIHAT SISI “DEFERENSI” IKSAN BREKELE. Hal terpenting adalah penggambaran belantara simbol dari Alas Purwa oleh Andrew Beatty (2001) mengenai asal-muasal manusia. Secara jelas, Tuhan Semesta Alam menciptakan manusia dari tanah. Namun ada sisi lain dari tanah ini yang dapat kita jadikan acuan bahan pemahaman, yaitu mengacu pada mitologi manusia Jawa.

Bumi sebagai tanah, telah ditemukan bahwa di Alas Purwa terdapat Gua Kelelawar sebagai simbolisme mengenai “rahim”, maka kita bisa mengasumsikan kalau tanah Jawa ini sebagai tubuh perempuan yang telanjang. Saya mempertegas asumsi, tanah Jawa adalah tubuh perempuan terlentang dan telanjang.  Sesuatu yang saya yakini, kalau akan menimbulkan banyak pertanyaan dan keheranan tersendiri. Jadi, selama ini tanah yang saya cangkuli ternyata setanah perempuan telanjang??!!

Keheranan itu sungguh tidak berarti apa-apa tanpa tindak lanjut untuk menggapai apa yang namanya pemahaman. Melakukan perjalanan lebih jauh lagi untuk mencapai kepuasan pengetahuan. Namun dikarenakan diri ini sedarah-dagingnya adalah manusia, maka kepuasan itu tidak akan pernah saya dapatkan sebelum saya mati. Andrew Beatty (2001) yang masih dalam bukunya “Variasi Agama DI Jawa” mengemukakan mengenai keberadaan kelamin di sudut paling timur pulau Jawa. Saya mengasumsikan kalau perempuan ini terlentang ke barat sehingga saya menempati pertengahan.

Pengandaian kali ini mencapai wilayah pegunungan Wonosobo, dimana sepasang payudara terbuka dapat kita nikmati. Payudara itu bernama Sindoro dan Sumbing. Dua gunung yang kelihatan kembar namun memiliki struktur yang berbeda. Berdasarkan pandangan mata saya, menyangkut soal bentuk. Bukankah payudara perempuan (dalam arti sebenarnya) disebut sebagai gunung kembar namun memiliki ukuran berbeda antara kiri dan kanan. Bagi yang tidak percaya perbedaan itu, bisa mengukur sendiri kalau sudah memiliki HAK.

Saya dapatkan payudaranya, lantas kini musti mencari leher kemudian kepala untuk mendapatkan keseluruhan tubuh yang subur. Sebelum semuanya ketemu, saya hanya mendapatkan perempuan telanjang tanpa kepala dan kaki. Belum lengkap atau memang saat ini tinggal tersisa di bagian itu. sebelum jenuh saya mengungkapkan eksistensi perempuan, yang dapat kita temui di dalam setiap diri manusia. Mengeksploitasi perempuan dengan tujuan apa pun, sama saja mengeksploitasi diri sendiri. Lalu esensinya? Itu terletak dalam arus utama dari proses pembentukan manusia, sehingga perempuanlah yang sebenarnya superior, bukan lelaki. Sebab, perempuan ada di mana-mana, termaktub dalam keseluruhan struktur kehidupan. Bukankah manusia dari tanah? Dan tanah itu adalah perempuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun