Mohon tunggu...
M.D. Atmaja
M.D. Atmaja Mohon Tunggu... lainnya -

Teguh untuk terus menabur dan menuai. Petani.\r\n\r\neMail: md.atmaja@yahoo.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Empuku, Perempuanku

8 Februari 2011   03:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:48 715
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dituliskan untuk Soviana D. Saputri Atmaja dan Almarhum Eka Kartikakunang Atmaja (Eka Kartikawanti, 28 April 1985 – 27 Mei 2006)

Pengantar

Persembahan di atas, mungkin terkesan membenjol dalam kejanggalan yang tidak logis. Saya secara pribadi menyarankan untuk tidak perlu dihiraukan. Akantetapi, kalau saya boleh menyarankan kembali, sebelum membaca tulisan ini sampai tuntas, saya mengajak hadirin pembaca untuk sejenak melepaskan ego sebagai lelaki dan (atau) ego sebagai pribadi perempuan. Dalam khasanah ini, hendaknya kita berdiri sebagai manusia yang telah melepaskan kepentingan gender dan bersama-sama mengenang perempuan yang kita kasih dan cintai. Bolehlah, mereka adalah sosok kekasih, kawan dekat (yang biasa maupun tidak biasa), adik atau kakak perempuan, bahkan (lebih disarankan) mengenang seorang ibu.

Membaca Kitab Para Malaikat

Tulisan ini, keseluruhannya akan berbicara menyoal perempuan. Dari senyuman yang manis yang biasanya membuat kita (lelaki) mabuk kepayang sampai mbesengut-nya yang terasa panas bagai Banaspati. Dua hal itu dapat sama-sama berefek mematikan. Tulisan ini hanya sebatas pada studi tukar pengalaman atas analisis Puisi (baca: surat) Membuka Raga Padmi dalam antologi puisi Kitab Para Malaikat (KPM) karya Nurel Javissyarqi (NJ).

Saya membacai dan sengaja membuat judul baru sebagai bentuk baru dalam rangka proses menafsir. Judul yang saya angkat yaitu Empuku, Perempuanku sekedar sebagai niatan baik untuk menterjemahkan judul Membuka Raga Padmi yang terkesan misterius. Berawal dari niatan itu juga, saya berani mengangkat kepala dengan judul milik saya sendiri, perempuan yang bisa dipecah dari asal kata empu yang menjadi per-empuan. Empu, seorang pembuat keris atau benda pusaka lainnya yang biasanya memiliki karakter sebagai seorang Wiku.

Perempuan, khasanah klasik bagi para lelaki. Ia layaknya tumpukan kitab lama yang teramat sulit untuk dibaca, pun diterjemah. Ketika kita mencoba menguraikan makna, justru akan menciptakan misteri baru. Teka-teki yang tidak mudah dijawab karena melahirkan teka-teki baru. Menjadikan kita (lelaki) memandang tanpa tenaga dalam kekosongan hati. Keadaan yang serba sulit ini, menjepit saya karena hanya sedikit sekali memiliki pengalaman tentang perempuan. Tapi, keberuntungan memang selalu berpihak, seluruh penulisan ini hasil penggoresan dari Nyai Kelopak Kunang yang telah dititipkan untuk saya dalam tulus cinta. Ruh dan jiwa si empu Kelopak Kunang menemani saya dalam mengurai dan meracik kembali tumpukan simbol (KPM karya NJ). Selain itu, ada juga sebilah Nyai Arkamaya yang setiap titian waktu menyuguhi dengan kehangatan kasih akan tulusnya perjuangan dan pengabdian. Kemudian, ada Nyai My Sweet Appel yang menemani proses penelusuran, serta Nyai Sekar Sinelir yang mengingatkan akan darah penghianatan (Nyai Sekar Sinelir ini yang sebentar lagi akan dilabuh). Baik Nyai Kelopak Kunang, Nyai Arkamaya, Nyai My Sweet Appel, dan Nyai Sekar Sinelir adalah aran (nama) pusaka yang disepuhkan oleh mereka per-empu-an serta Kyai Tirtamarta yang sudah sembilan tahun menemani dalam harapan menggapai mimpi menjadi pujangga dan Kyai Dhimas Alit yang kini mengabdi pada seorang perempuan.

Melepaskan obrolan pribadi, saya akan mencoba untuk memulai menumbuk bahan dan membuat racikannya untuk dapat melarutkan ke dalam air dan meneguk makna atas pengalaman dari Surat Membuka Raga Padmi (I : I-XCIII) dalam Kitab Para Malaikat karya Nurel Javissyarqi, dan saya pun memulai.

Hal mendasar yang akan saya lakukan untuk mengurai surat penjang ini, saya akan mendahului untuk mengunyah makna istilah Padmi. Pun, hal ini juga dimunculkan NJ di ayat yang pertama:

Ketika dunia berupa kabut pekat, siapa berkata?,
manakala embun belum terlahir, siapa menggapai?,
di saat sejarah belum tercatat, siapa berbicara kata?,
wewaktu masih berupa potongan-potongan cahaya,
siapa yang dahulu menempati lautan es cahaya? (I : I)

Ayat (bait puisi) di atas memang tidak mencoba mengajak pembaca untuk mengurai Padmi secara gamblang. Atau sekedar menanyakan pengertian akan Padmi, pun tidak. Akantetapi, lima baris pada ayat I ini dapat menjadi pembuka jalan untuk dapat menyusuri pemahaman akan Padmi yang dicatumkan sebagai perwakilan mengenai awal akan sesuatu hal. Lalu, apa yang sebenarnya di sebut Padmi itu? Padmi, istilah dalam bahasa Sansekerta yang berarti permaisuri. Istri dari seorang raja Jawa yang seringkali menjadi sandaran dalam pembuatan keputusan seorang raja, selain peran maha patih maupun para wiku. Sandaran (penasehat) dalam pengambilan keputusan ini biasanya terjadi dalam hubungan pribadi, ketika raja tidak sebagai raja dan permaisuri tidak sebagai permaisuri melainkan sebagai lelaki dan perempuan (ibu).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun