Mohon tunggu...
M.D. Atmaja
M.D. Atmaja Mohon Tunggu... lainnya -

Teguh untuk terus menabur dan menuai. Petani.\r\n\r\neMail: md.atmaja@yahoo.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Eksotisme Cinta Menjelma Warna

14 Mei 2011   05:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:43 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Catatan M.D. Atmaja

Perjalanan manusia menjadi indah dikarenakan rasa yang menumbuh dalam kalbu. Rasa ini kita sebut cinta, luapan dari keinginan juga perbauran yang murni mengenai kebutuhan. Tidak sekedar keinginan, sudah tentu juga menjadi kebutuhan di lain pihak. Jikalau cinta sudah menjadi kebutuhan tidak sekedar keinginan, maka rasa ini akan menjadi nuansa dominan di dalam kehidupan kita. Bahkan ada yang menisbatkan diri, menjadikan cinta sebagai jalan hidup dalam menapaki jarak ruang dan waktu.

Rasa cinta merupakan hakekat menarik, penggerak manusia yang muncul dalam berbagai bentuk. Ada sisi positive juga negative yang dapat cinta munculkan melalui gerakan manusia dalam keseharian. Sisi negative dapat berupa nafsu-syahwat juga keinginan besar untuk menguasai yang akhirnya melahirkan kediktatoran. Positivenya, menjadikan kehidupan manusia lebih harmoni dan manusiawi, pun religi.

Dalam keadaan ini, bersangkutan dengan rasa cinta pada negara – misalnya, dapat terwujud dalam berbagai cara. Berbagai macam tindakan makar, pun politik yang palin brutal dapat memiliki kecintaan pada negara. Tindakan yang berkenaan dengan tulisan ini adalah meyangkut masalah warna. Bangsa Indonesia memilih warna merah dan putih, sebagai lambang warna kenegaraan, bendera yang setiap hari senin dikibarkan dalam upacara penuh muatan sakral, bahwa Indonesia telah merdeka.

Berpijak dari sini, saya pernah menemukan pengalaman unik bersinggungan dengan dua warna ini. Merah darah dan putih tulang, semangat yang berkobar dari masa lalu semasa Indonesia masih berada dalam genggangam kekuasaan kerjaaan Belanda melalui tangan VOC. Merah darah melambangkan keberanian untuk melawan segala macam bentuk penindasan dan penjajahan yang dilakukan bangsa asing. Semangat untuk merdeka dari perbudakan itu, menjadikan niatan para pahlawan bangsa sebagai gerakan yang suci. Terlambang dalam warna putih.

Hal mencolok dari dua warna yang memiliki sifat berbeda ini, memberikan kekhasan tersendiri bagi Indonesia. Merah dan Putih hadir sebagai sifat yang paling Indonesia, yaitu semangat untuk berani dalam menjalankan kesucian niat. Berani untuk melawan kejahatan, baik itu white-color crime atau blue-color crime yang dapat merugikan bangsa dan negara serta menghalangi terciptanya kemanusiaan yang adil dan beradap serta keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Merah dan Putih semangat bangsa, termaktub dalam bendera yang berkibar menghiasi langit pertiwi.

Karena Merah-Putih menyimpan filosofi akan keberanian dan kesucian perjuangan, maka ini bisa menjadi hal yang paling Indonesia, yaitu (saya terjemahkan seperti ini), bahwa siapa pun yang menyebut diri sebagai warga dari negara Indonesia dia harus memiliki keberanian untuk menjalankan kesucian niat (kebaikan universal) karena dua aspek ini adalah kekhasan dari bangsa Indonesia. Berani bertindak ketika terjadi kemungkaran (kejahatan) di sekeliling kita. Apabila kita hanya diam melihat kejahatan maka kita bukanlah manusia yang Paling Indonesia, sebab “keindonesiaan” mengajari kita untuk melawan segala bentuk kejahatan.

Warna Merah dan Putih, yang dahulu selalu saya kenakan ketika menjalani hari-hari sebagai seorang pejalar. Baju putih yang kumal, karena memang hanya memiliki dua warna baju putih dalam kurun bertahun-tahun dan sehelai sapu tangan berwarna merah. Sapu tangan ini selalu saya ikatkan di leher, nampak seperti Paskibra namun gondron dan lebih semrawut. Saya tidak perduli dengan orang yang mencibir dalam tawa lucu, menertawakan kehadiran saya yang lebih dikenal sebagai “PKI Swasta”. Satu catatan, saya tidak tahu siapa yang menyebut saya dengan nama itu, hanya mengalir begitu saja dalam sas-sus yang tidak bertanggung jawab. Lantas, apa ada PKI Negeri kalau begitu?

Merah dan Putih yang selalu saya kenakan itu, menghadirkan moment tersendiri. Membuat saya berani mengangkat kepala sebagai manusia yang utuh meskipun mendapat sebutan sebagai PKI Swasta itu tadi. Kenapa saya merasa menjadi manusia yang utuh ketimbang yang lain? Sebab saat itu, ada seorang perempuan yang kebetulan saya cintai namun sekarang sudah jauh pergi, almarhum mengatakan: “Ih, bajunya, sok. Indonesia banget!” Seorang yang terkenal buruk karena selalu meluncurkan protes karena melihat ketimpangan sosial, akhirnya bangga disebut dengan Indonesia banget, karena rasa cinta itu yang membuat saya selalu meluncurkan protes.

Dalam perhelatan lain, saya melangkah dalam sunyi sepi. Bertemu dengan beberapa kawan yang terpinggirkan. Ketika sampai di rumah salah satu dari mereka, sebuah ruang tamu yang menjadi kantor gerakan tiba-tiba dicat warna putih seluruh bagiannya. Lalu, di beberapa sudut ada kain panjang selebar satu meter terjulur dari atas sampai bawah. Mengesankan sesuatu yang berbeda, “nasionalisme ada di sini, menjadi tonggak awal bagi gerakan kita” ungkap pemilik rumah tersebut.

Semakin saya menyadari, warna merah dan putih adalah totalitas dan kesejatian. Melekat sebagai identitas bangsa yang dengan jerih payah panjang untuk membayar dengan darah dan air mata (penderitaan) untuk mencapai kemerdekaan bangsa. Inilah ruh, yang saya rasakan sampai sekarang dibalik dwi warna yang manunggal. Merah dan putih, kesejatian dan identitas yang seharusnya membuat manusia Indonesia sadar kalau untuk menjadi manusia Indonesia, dia harus berani melawan kejahatan dengan kesucian niat. Entah, itu kejahatan dari orang lain, atau pun kejahatan dari dalam diri sendiri. Saya yakin, kalau para pejabat memahami kesejatian dan identitas bangsa dari dwi tunggal ini, maka tidak ada korupsi, tidak ada nepotisme, tidak ada kolusi pun kejahatan-kehatan lain yang menjadikan mereka bukan sebagai golongan dari Indonesia.

Merah Itu Darah. Darah Itu Kehidupan. Kehidupan Itu Cinta. Cinta Itu Suci. Suci Itu Putih.

Marilah kita bersama-sama menenggok kembali merah dan putih yang ada di dalam diri kita. Lalu dengan rendah diri dan lapang dada, kita menghayati untuk diaplikasikan dalam kehidupan realitas. Berdiri tegak untuk menjadi bangsa Indonesia yang sebenarnya, dan ketegaknya kita menjadi tiang bendera yang mengibarkan merah putih, mempesona angkasa alam raya. Inilah Indonesia, dimana bendera mengajari manusia yang berpijak di dalamnya untuk berani melawan segala kemungkaran. Cinta yang termaktub dalam perjalanan hidup dan tergambar melalui warna.

studioSDS – Bantul 14 Mei 2011

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun