Persoalan dalam dimensi hidup, adalah langkah-langkah yang menuju pada ranah memorial yang keberadaannya terserah pada kita untuk apa. Sebagai media yang penuh motivasi karena tidak sekedar kepingan kenangan namun juga duduk bersila sebagai guru yang memberikan nasehat, atau sebatas cuilan hidup yang akan segera dilupakan, atau lagi hanya seperti catatan yang masih sering kita bacai tanpa emosi.
Catatan ini berusaha merangkum kenangan yang memberi saya gairah –membangkitkan gairah saya- dalam mengukur-ukur kedalaman naluri hidup. Adalah –yang saya maksudkan- gairah untuk bertahan menjalani laku yang setiap hari lebih terasa semakin merenta dalam semangat. Suatu kejadian nuansa yang ikut lahir terus menerus di ketika saya mulai melinting tembakau dan membakar serta menghisap-hisapnya.
Banyak orang yang mengatakan, itu sebagai kegiatan yang kurang manfaat, membakar rejeki dan lain sebagainya. Namun dalam pandangan ini, saya berusaha untuk menilik kembali, perjalanan hidup saya dengan tembakau. Daunan kering, daunan yang kata orang penuh racun, namun saya menyenanginya.
Belum lama ini, setelah prosesi perpindahan dari Yogyakarta ke Banjarnegara, saya mengenal tembakau yang baru. Khas Banyumas. Saya terus melintingnya, menikmati tembakau model baru dengan kemenyan yang beraroma khas itu. Sungguh menyejukan. Ini suatu komentar orang lagi, daripada sibuk melinting lebih baik beli yang sudah jadi (rokok pabrik) tinggal bakar dan hisap. Pada persoalan itu, benar, namun bagi saya ada hal lain yang patut dan hendaknya saya perhitungkan.
Bagi saya, merokok tidak sekedar kecanduan, namun di dalamnya merangkum berbagai aspek yang saya sebut dengan hobi, kepuasan dan seni. Merokok menjadi aspek keindahan dalam hidup, tidak sekedar membakar dan menghisap tembakau, namun juga menikmati proses dan keindahannya. Cobalah kita melinting, tidak sekedar melihat pada seninya, namun marilah kita ikut membantu para pengusaha tembakau dari strata ekonomi sedang ke rendah, agar pemproduksian mereka terus berlanjut, tidak gulung tikar karena kalah dengan kepraktisan rokok-rokok pabrik.
18 Desember 2012, Rumah Kantor Jurnal Biro Khusus Sarekat Sastra Indonesia – Bantul.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H