Mohon tunggu...
M.D. Atmaja
M.D. Atmaja Mohon Tunggu... lainnya -

Teguh untuk terus menabur dan menuai. Petani.\r\n\r\neMail: md.atmaja@yahoo.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Owhh, Orgy Onani atas Gugatan Tanggung Jawab Kepenyairan yang Semakin Menjadi

21 Mei 2011   09:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:23 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Surat Terbuka M.D. Atmaja untuk Nurel Javissyarqi Pengelana Dari Lamongan si Keris Empu Gandring

Akhirnya, muncul juga karakter terbarumu yang sebenarnya sudah lama sekali terbaca. Sudah saya membacai tanpa “jeli” seluruh Orgy saudara di wall facebook yang melulu seperti pesta pora (orgy) onani dan banyak sepasukan mendukungmu. Berkentut ria, atas tulisan-tulisanmu yang mengharu, membiru sampai merah hitam. Saya anggap itu sebagai jawaban atas surat terbuka sebelumnya.

Satu persatu mulai saya pahami. Ternyata, mengenal pribadi yang haus pujian itu lebih susah, sebab tidak bisa menerima kritik. Hal yang paling saya sesalkan adalah dari perbincangan pribadi, yang sebenarnya kalau tidak ada hubungan personal, sungguh malas saya mengomentari dan memberikan saran. Dari banyak pihak yang sudah saudara Pengelana Dari Lamongan si Keris Empu Gandring mintai pendapat, ternyata hanya seorang-secuil M.D. Atmaja yang mengatakan kalau tulisan Penulis KPM ini tidak sistematis. Tidak mengandungi pola pikir yang jelas sampai berhadapan dengan “roh-roh” yang saudara mintai bantuan.

Dalam surat yang kedua ini, ada beberapa pokok penting yang ingin saya sampaikan. Kalau ada yang kesalahan, mohon dicermati ke dalam diri saudara sendiri, jangan melulu mempersalahkan orang lain seperti cerita perjalanan persahabatan saudara selama ini dengan beberapa kawan yang saling membentur.

Jadi, begini kawan Nurel Javissyarqi Pengelana Dari Lamongan Penulis Kitab Para Malaikat si Keris Empu Gandring juga Pemilik Pustaka Pujangga, yang baik:

PERTAMA: soal pertanggung jawaban penyair SCB. Beliau menulis seperti ini: “Penyair tidak bisa dimintai pertanggung jawaban atas ciptaannya” itu terbaca seperti ini saudara Nurel Javissyarqi yang beranak buku, laptop kopi dan rokok, bahwa penyair tidak bisa bukan tidak mau bertanggung jawab. Itu, tolong bahasanya dibaca lagi dengan kemampuanmu yang seabrek itu, pakai roh juga boleh, pakai mantra – tidak usah malu, pakai apa pun terserah. Lalu, saudara Nurel Javissyarqi menuduhnya tidak bertanggung jawab, pertanyaannya apa pernah saudara meminta langsung pertanggung jawabannya?

KEDUA, Totalitas? Di sini sebenarnya saya ingin tertawa. Saudara terlihat jelas ketidak-sistematisannya, bukan totalitas, tapi rancu bak anak kecil yang mabuk kehilangan tali busar, lalu teriak-teriak, “pusarku di mana? Pusarku di mana?” perpusian Mantra adalah suatu bentuk estetik puisi yang dikibarkan SCB sebagai karakter karya ciptaannya. Tidak ada sangkut pautnya dengan pertanggung jawaban itu, sah-sah saja mau berpuisi mantra atau ber-orgy onani seperti, ah, jangan menghina.

Aspek estetik ini seperti halnya saudara sendiri yang tidak mau diatur oleh ejaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Apa di perpustakaan besarmu tidak ada KBBI, itu tanya seorang kawan –kawanmu sendiri..? Oh, iya ini totalitas Nurel Javissyarqi Pengelana Dari Lamongan si Keris Empu Gandring. Totalitas itu baik. Total tidak sistematis, lari menabrak dinding gelap di kamar gelap.

KETIGA, lho, lho kok justru analisis kejiwaan dan filosofi dikembalikan ke saya? Jelas, ini pemutar balikan yang ternyata menjauhkan diri saudara dari keinginan untuk mengenal secara lebih jauh. Ternyata, tidak mau bersinggungan dengan cermin yang ada di dalam diri. Atau sebenarnya tidak mampu? Sudah menyerahkah? Atau tidak menemu? Hilang ketika engkau berada di “alam gelap”?

KEEMPAT, masalah terpukaunya M.D. Atmaja pada Kitab Para Malaikat. Ah, itu skematisasi yang menempatkan diri untuk terlebih dahulu kagum sebagai pijakan agar saya mampu memahami dalam proses penulisan. Lantas, kenapa juga saya harus menulis dan berusaha melahirkan karya dari KPM yang super rumit dan tanpa alur itu –maksud saya tidak sistematis? Benar ingin tahu alasannya? Tidak lebih dan tidak kurang, yaitu hanyalah sebagai ucapan terima kasihku karena sudah membawa sampai Jawa Timur bertemu dengan Fahrudin Nasrullah, Sabrank Suparno, Halim HD dsb.

Sebodoh-bodohnya saya yang sekelas bahasa iklan ini –bukankah Nurel Javissyarqi juga pernah diiklankan?- masih sempat mengucap terima kasih. Cara menghargai orang lain, menghargai seorang kawan. Lha, bagaimana dengan Nurel Javissyarqi si Keris Empu Gandring sendiri? Justru, kritik dan saran yang pernah saya berikan sebagai rasa sayang, telah saudara jadikan bahan dalam menghina. Seperti inikah saudara menghargai kawan? Seperti tersebutkah kelakuan dan pribadi Pengelana seperti anda? Pujanggakah? Pantas.

Hebat, hebat benar. Super jenius si penulis Kitab Para Malaikat ini.

Sekarang marilah kita ambil KPM lalu kita bacai baik-baik seluruhnya. Di sana berbicara apa? Owh, jangan-jangan tidak berbicara apa-apa, kecuali dipotong-potong jadi serpihan kecil. Pun di sana ternyata kita tidak menemukan alur, ini cerita apa? Saat saya menganalisis KPM, sekarang coba dipikir, itu pikiran dari KPM atau pikiran dari analisatornya?

Ah, Orgy, orgy, M.D. Atmaja terpukau pesona KPM sampai hendak muntah.

Sekarang KELIMA, pertanggung jawaban pada KPM. Cukup satu judul, “Membuka Raga Padmi” sudahkah? Padahal sudah aku terjemahkan untukmu, yang aku yakin kamu sendiri tidak memahami, saudara Nurel Javissyarqi.

KEENAM, Penelitian KPM yang masih saudara tanyakan. Seharusnya, diakhir Maret 2011 seluruh penulisannya sudah jadi. Namun dipertengahannya saya terpaksa menghentikan dengan alasan:

Pertama, saudara yang selalu totalitas terlalu mendekte saya dalam kerja pemaknaan. Tidak boleh seperti ini, seperti itu, dan harus sesuai dengan apa yang ada di pikiran saudara. Saya pikir, anda tidak menghargai hak saya sebagai interpretator tanda. Toh, yang perlu saudara Nurel Javissyarqi si Keris Empu Gandring ingat, saya bukan penterjemah alam pikiran saudara yang dari alam gelap.

Kedua, ucapan saudara yang mengatakan kalau kinerja analisis yang saya lakukan justru “ngelek-eleki” atau membuat buruk karya saudara yang bertitelkan Kitab Para Malaikat –kitab apa? Yang jelek itu kajiannya atau karya “yang belum menjadi naskah penting”? Hem, begitu ucap seorang kritikus sastra yang tinggal di Jakarta. Naskah itu tidak akan menjadi naskah penting kalau tidak terbaca sama sekali, pun karena memang tercipta untuk saudara baca sendiri.

Ketiga, untuk ini nanti saya sampaikan kalau kebetulan ketemu. (kalau kebetulan masih mau bertemu dengan sastrawan berbahasa iklan yang sering saudara bawakan rokok –bukankah sogokan iklan?)

Keempat, adalah totalitas penghentian seperti yang telah disarankan dalam buku terbaru bertitel, hehehe... orgy orgy.

Saudara Nurel Javissyarqi Pengelana Dari Lamongan yang baik, saya sudah cukup mempertahankan kediaman. Akhirnya menuliskan ini. Kalau masih boleh menyarankan, hentikanlah orgy mu ini. Tapi mungkin, orang sekaliber Nurel Javissyarqi beranak buku, laptop, kopi dan rokok tidak mempan jikalau mendapat kritik saran sebab dia yang terhebat di dalam pikirannya. Inilah, sok yang ternyata masih takut pada rasa sakit, keberpihakan, dan tentu saja, kritikus sastra. Lho, kok seperti Enjakulasi terlalu dini, seperti yang pernah dikau sampaikan padaku, yang menantang para kritikus. Ho ho ho du du du,, orgy,,, orgy,,,

Apakah dari bumi yang kamu pijak, tidak ada kawanmu yang lain memberimu kritik? Cobalah tanya mereka, suruh jujur mereka, atau dirimu lebih senang dengan pujian ketimbang kritik? Oh, orgy onani.

Sekian kawan, surat terakhirku. Ini juga tulisanku yang terakhir menyoal dirimu. Dan M.D. Atmaja yang kau sebut sekelas iklan, akan terakhir kali mengiklankan dirimu. Hem, iklan yang aku gubah, ho ho ho ho du du du...

Nurel Javissyarqi (bukan nama yang sebenarnya) menulis Kitab Para Malaikat (bukan kitab yang sebenarnya) seorang Pengelana dari Lamongan (bukan pengelana yang sebenarnya), telah menerbitkan buku baru (bukan buku yang sebenarnya) berjudul Menggugat tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (bukan gugatan yang sebenarnya) menyoal tanggung jawab penyair (bukan tanggung jawab yang sebenarnya), semoga karyamu tercatat di sejarah sastra (tentu bukan sejarah yang sebenarnya) karena kini kau pandai memainkan politik (bukan juga politik sebenarnya) agar orang-orang mempertimbangkan karyamu (bukan karya sebenarnya).

Oh iya, kawan, aku masih mengantongi satu saran. Ketimbang dirimu ber-orgy seperti ini, lebih baik keluarlah dari sungai untuk membuat arusmu sendiri, seperti yang dilakukan penyair SCB yang kamu hujat itu. beliau berhasil menjadi arus, karena kebaikan Tuhan yang menurut beliau bermimpi, dan menurutmu yang tak paham Ibnu Arabi. Apa harus faham dengan Ibnu Arabi untuk menjadi arus? Ah, itu kan pikiran gelap dari “alam gelap” mu saja, kawan Nurel Javissyarqi Pengelana Dari Lamongan si Keris Empu Gandring Pemilik Penerbit Pustaka Pujangga. Karena keberhasilan SCB dalam membuat arus estetika puisi mantra, jangan beriri hati berselimut totalitas. Segeralah basuh dirimu, kawan Pengelana Dari Lamongan, untuk segera bersuci dan bercermin diri. Tapi jangan di alam gelap, karena di sana dikau hanya akan kehilangan dirimu berikut tali pusarmu.

Kawan, sebenarnya terlalu sayang aku pada dirimu sampai dua surat ini aku sebarkan ke semua orang. Biar kawan-kawanmu yang selama ini memuji, berani untuk mengkritik karena kritik itu penjaga hati dari kesombongan. Atau, dirimu sudah dikuasi birahi syahwat haus akan pujian dan matamu ikut gelap memandang dunia di sekitarmu? Ah, sudahlah kawan, jangan terus ber-orgy (pesta pora) apalagi kalau itu hanya orgy onani pikiran yang justru mengabarkan bagaimana Nurel Javissyarqi sebenarnya.

Kawan, jangan sampai ketidak-mampuanmu mencipta arus membuatmu letih dan buta sampai menelan pil pahit mantra yang tidak kamu pahami. Lantas, engkau juga menggunakan catatan dari Harimau Sumatra itu. Dikau ingin ikut menolak mantra? Lantas apa gunanya semboyan (mantra) yang kau sematkan di penerbitanmu? Bahwa “buku bukan sekedar menyapa tapi juga sarana berdialog dengan dunia”? Ini juga kamu kritiki, kawan Pengelana Dari Lamongan? Ah, aku masih mencium bau orgy onani di sini. Kental, yang kemudian mak crut, selesai dikeringkan cuaca.

Terlalu banyak yang ingin aku ungkapkan, kawan penulis Kitab Para Malaikat, tapi ada waktu dan rasa yang membatasi. Rasanya ingin aku temui beliau si SCB tapi itu tidak mungkin. Ingin aku ajak minum kopi kothok, biar aku yang traktir dengan uang 3000 sisa beli rokok, dan hanya untuk tertawa, menertawakan orgymu. Dan di sana sambil berdoa, “Semoga Tuhan Semesta Alam menerangi duniamu yang berada di alam gelap. Amin.

Saudara Nurel, ini kata-kata terakhir yang menunjukan di mana posisiku berdiri bagimu: LEBIH BAIK MEMILIKI SERIBU MUSUH YANG SETIAP HARI MENYERANG, KETIMBANG MEMILIKI SATU KAWAN YANG MENUSUK DARI BELAKANG. Pernah kita berkawan, berbagi namun sebelum itu kita jauh. Selamat berkarya semoga, salah satu kritikus yang pernah kau pandangi menyempatkan waktu untuk trenyuh dengan KPM milikmu, sehingga tercatatlah dikau di sejarah sastra.Selamat berkarya sampai membelah diri untuk menjadi abadi.

Mantan kawan lamamu, M.D. Atmaja dan kini kau jadi orang asing bagiku.

StudioSDS – Bantul, 21 Mei 2011

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun